REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum (Ketum) Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) yang juga Ketua PBNU, Maksum Machfoedz berduka atas wafatnya Kiai Sahal Mahfudz.
"KH Sahal Mahfudz adalah bapak bangsa yang sangat lembut dan meneduhkan. Tetapi dalam kelembutan itu, ketegasannya sangat jelas dan tidak terbantahkan," ujar Maksum saat dihubungi, Jumat (24/1) malam.
Sebagai Ulama dan pemimpin NU, tutur Maksum, almarhum Kiai Sahal Mahfudz terkenal dengan fikih sosial dalam kaitannya dengan pengembangan mutu keberagamaan, dan qarar. Fikih sosial itu, lanjut salah satu Ketua PBNU ini, terkait pula dengan mutu politik kebangsaan yang senantiasa mengendalikan politik NU.
Menurut guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) itu, politik NU sejatinya hanya untuk urusan kebangsaan, bukan berebut kekuasaan. Fondasi dasar inilah yang dijaga benar oleh almarhum. Poin ini juga terkait erat dg khitthah NU.
Dalam berbagai diskusi, tuturnya saat mengenang almarhum, kecerdasan beliau tiada tara dengan diplomasi yang tiada bisa ditawar. "Saya menyaksikan betul ketika beliau merespon sekelompok Kyai yang mengusulkan membentuk partai politik (parpol) dengan dalih kesatuan NU," tuturnya mengenang.
Saat itu Kiai Sahal berkomentar: "Sudah ada pengalaman, mabentuk satu parpol saja kacau dan pecah jadi dua. Kalau mbentuk lagi ya jadi sempal-sempal," tutur Maksum sambil mengingat kata-kata almarhum.
Kiai Sahal telah memimpin NU selama tiga periode berturut-turut. Selama itu pula, jelasnya, oknum elite NU banyak bermain politik praktis. Namun beliau tetap dengan "qararnya" bahwa NU tidak mengurusi hal itu. Terkait fiqih sosial, beliau menerapkan teorisasi yang diajarkan dengan perilaku teduh, santun, dan mengayomi. "NU seperti itulah yang Rahmatan lil A'lamin," terang Maksum.