REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktris yang juga sutradara, Lola Amaria kembali dengan karya terbaru. Jika sebelumnya Lola mengangkat permasalahan TKI lewat film "Minggu Pagi di Victoria Park", kini ia mengangkat tiga persoalan sekaligus, yakni Politik, Kekuasaan dan Seks dalam proyek film terbarunya berjudul "Negeri Tanpa Telinga".
"Sekilas tampak berat, tapi saya jamin film ini akan menghibur kita ditengah-tengah kepungan informasi negatif politik kebangsaan, korupsi kekuasaan, skandal seks para penguasa dan buramnya potret masa depan bangsa," ujar Lola Amaria saat ditemui dalam selamatan jelang produksi film terbarunya tersebut, Senin (27/1) kemarin, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Lola mengatakan ide filmnya ini ada di kepalanya sejak empat tahun silam. Namun karena harus riset dan permasalahan dana, baru tahun ini Lola siap mengeksekusi.
"Ini ide original, semoga bisa bersaing," kata Lola.
"Negeri Tanpa Telinga" bercerita tentang seorang tukang pijat (refleksi) keliling bernama Naga yang memiliki klien orang-orang papan atas (politikus, pengusaha dan jurnalis). Dari para klienya itu, Naga jadi banyak tahu soal skandal korupsi dan skandal seks para politisi dan pejabat.
Ledakan persoalan kemudian terjadi ketika Naga, dengan sikap naif, menceritakan semua skandal itu pada seorang jurnalis TV wanita yang kemudian memberitakanya. Buntutnya, publik geger, dan Naga mendapatkan berbagai teror dan perlakuan kekerasan fisik.
Di puncak putus asa, Naga menuding telinganyalah yang jadi penyebab semuanya, karena ia mendengar semua cerita klienya. Naga kemudian meminta dr. Sangkakala (dokter THT) untuk menghancurkan gendang telinganya. Dokter menolak dan menganggap Naga sudah gila, tapi Naga tetap ngotot. Baginya, menjadi tulis di negeri ini adalah cita-cita paling luhur.
"Saya bukan apatis, tapi saya berharap yang nonton banyak. Karena ini terjadi di sekitar kita. Ini mungkin efeknya kecil, tapi kita mencoba memberikan yang terbaik dari yang kita punya," ujar Lola.
"Negeri Tanpa Telinga" dibintangi sejumlah nama, seperti Ray Sahetapy, Teuku Rifnu Wikana, Jenny Chang, Lukman Sardi, Tanta Ginting, Kelly Tandiono Maryam Supraba dan Gary Iskak.