REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pembina Lembaga Indonesia Adil, Sejahtera, Aman (ASA) Jenderal TNI (Purn) Djoko Santoso menyatakan tidak sependapat dengan gagasan perlunya revolusi, tetapi setuju adanya perubahan untuk Indonesia yang lebih baik.
"Saya tidak setuju revolusi karena saat ini kita tidak sedang mengalami penindasan serta tidak ada tirani. Tetapi saya setuju adanya perubahan untuk menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik," katanya dalam dialog kebangsaan di Jakarta, Selasa (28/1).
Selain Djoko Santoso, pembicara lain dalam dialog kebangsaan yang dihadiri sekitar 300 undangan itu adalah Wali Kota Depok Dr Ir Nur Mahmudi Ismail dengan moderator Ketua Dewan Pembina Lembaga Ketahanan Nusantara (Lemtannus) Mayjen TNI (Purn) Muryanto Suprapto.
Dialog yang dihadiri kalangan politisi dan akademisi serta kalangan legislatif dan eksekutif itu bertema 'Penguatan wawasan kebangsaan dan ketahanan sosial budaya masyarakat wilayah perbatasan dalam mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.'
Beberapa peserta dialog dalam sesi tanya-jawab menyatakan kekesalannya melihat kondisi masyarakat saat ini.
Menurut mereka, ketimpangan sosial meningkat, kasus korupsi bertambah banyak, dan masyarakat di wilayah perbatasan tetap terbelakang, sehingga kemudian diperlukan adanya perubahan, kalau perlu dengan cara revolusi.
Djoko Santoso lebih lanjut mengemukakan, perubahan adalah esensi kehidupan menuju keadaan masyarakat yang adil, sejahtera, dan aman serta menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Oleh sebab itu, menurut dia, tidak heran isu perubahan dijadikan tema sentral oleh kalangan Ormas, LSM, dan Partai Politik dalam mempromosikan kiprah sosial-politiknya di tengah masyarakat.
"Perubahan itu sendiri hanya bisa dilakukan melalui pendidikan dan regenerasi secara total," kata mantan Panglima TNI peraih penghargaan Bintang Mahaputra Adhi Pradana yang juga termasuk salah satu pengajar dan anggota Dewan Pengarah Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) itu.
Menurut Panglima TNI 2007-2010 itu, pendidikan yang maju akan mendorong terciptanya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik, sehingga memberikan pendidikan yang baik bagi generasi muda adalah sebuah keniscayaan.
Sementara itu regenerasi total diperlukan karena sejarah telah membuktikan pelaku perubahan yang membawa perjalanan bangsa ke arah yang lebih baik adalah generasi muda.
Dalam kaitan ini berdirinya Boedi Utomo (1908), Sumpah Pemuda (1928), Proklamasi Kemerdekaan RI (1945), gerakan Angkatan '66 (1966), bahkan reformasi 1998, semuanya dilakukan oleh generasi muda.
"Namun di atas semuanya, tentu diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat, dan kunci kepemimpinan yang berhasil adalah kejujuran dan keteladanan," demikian Djoko Santoso.