REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panja RUU Perdagangan Ario Bimo menegaskan guna menjamin kepentingan nasional maka setiap perjanjian perdagangan internasional atau kerja sama perdagangan internasional perlu mendapatkan ratifikasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Semua perdagangan internasional harus melewati persetujuan DPR atau mendapatkan ratifikasi dari DPR dalam rangka melindungi kepentingan nasional," kata Ario kepada pers di Senayan Jakarta, Rabu (29/1).
Dalam keterangan pers bersama antara DPR dan pemerintah dihadiri oleh Ketua Komisi VI Airlangga Hartarto, Mendag Gita Wiryawan, mantan Menperin Arifin Siregar, wakil ketua komisi VI/ ketua panja RUU Perdagangan Ario Bimo, wakil ketua komisi VI Erick Satya Wardana dan Azam.
Ke depan tambah Ario Bimo semua perdagangan yang sesuai pasal 11 UUD 45 maka pemerintah akan minta persetujuan atau ratifikasi dari DPR. Menurut Ario, dalam RUU Perdagangan ini, juga mengatur kebijakan perdagangan dalam negeri dan kebijakan perdagangan luar negeri.
"Yang menarik dalam RUU ini, tanggungjawab pemerintah tidak hanya dalam hal adanya kelangkaan pangan tapi juga dalam kelebihan produksi, pemerintah harus masuk campur tangan baik dalam regulasi maupun dana melalui APBN," kata Ario.
Ario menjelaskan antara DPR dan pemerintah sepakat adanya pengaturan atas pasar tradisional dan pasar modern. RUU ini tambahnya akan mengatur bagaimana zona-zona pasar tradisional dan modern. "Dan bagaimana memberikan perlindungan ke pasar tradisional dalam bentuk sarana prasarana perdagangan," kata Ario.
Ario juga menjelaskan dalam RUU ini mengatur perdagangan antar pulau, ekspor dan impor barang kita atur dalam konteks kepentingan dalam negeri. "Tidak bisa semua produk bisa kita ekspor jika diperlukan dalam negeri," ujarnya.