REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Tim Penyusun Rancangan UU KUHP dan KUHAP Muladi mengatakan masih ada 15 pasal dalam KUHP yang bermasalah dan masih membutuhkan revisi agar bisa lebih cocok dengan konteks kekinian.
"Hanya 15 pasal yang belum selesai, separuh jadi," kata Muladi usai Diskusi Panel Menyorot RUU KUHP Universitas Riau Kepulauan Batam dan Forum Pimpinan Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia di Batam, Rabu.
Meski masih ada 15 pasal yang membutuhkan sentuhan, Muladi bersikeras UU itu harus selesai sebelum periode DPR RI berakhir tahun ini."Ini tidak bisa ditunda," kata dia menegaskan.
Mengenai adanya pihak yang menginginkan perpanjangan waktu agar pembahasan RUU KUHAP dan KUHP bisa lebih maksimal, Muladi mempersilakannya untuk menyampaikan tuntutan ke komisi di DPR RI.
Menurut dia, pembahasan RUU KUHAP dan KUHP sudah maksimal karena dilakukan guru-guru besar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
"Ini yang mengusulkan guru besar. Akan tetapi membuka kesempatan bagi ada yang ingin diubah, asal masukannya harus akademis," kata mantan Gubernur Lemhanas itu.
Bila memang penetapan RUU KUHAP dan KUHP harus ditunda, dia mengatakan bisa saja, asalkan buku satu selesai. RUU itu terdiri atas tiga buku. "Kalau sejelek-jeleknya itu, buku satu selesai. Ganti periode DPRD bisa, asalkan buku yang satu sudah selesai," kata dia.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (PPHI) Surajiman meminta DPR menunda penetapan Rancangan Undang-Undang KUHAP dan KUHP karena masih ada beberapa pasal yang dinilai mendua dan diindikasi mematikan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sedikitnya ada sembilan pasal yang perlu direvisi, antara lain terkait dengan penyitaan seperti yang tertuang dalam Pasal 74 dan Pasal 75, masalah penyadapan dalam Pasal 83 dan pengajuan kasasi dalam Pasal 240.
Menurut Suradji, seharusnya DPR membahas pasal-pasal itu lagi dan tidak terburu-buru mengesahkannya, apalagi masa kerja DPR 2009--2014 akan segera habis."Publik akan menilai seolah-olah ada kongkalikong dengan pihak lain," kata dia.
Praktisi hukum yang juga Dekan Universitas Sahid Jakarta Laksanto Utomo mengatakan bahwa PPHI mendukung kerja KPK dalam memberantas korupsi. Oleh karena itu, pasal-pasal yang dianggap dapat "mengecilkan" kerja KPK, perlu direvisi.
"Kami memberikan dukungan penuh ke KPK. Lembaga ini yang kredibel menyelesaikan masalah korupsi. Setelah membaca KUHP, sebagian pasal mengebiri KPK," kata dia.