REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan Anggoro Widjojo sebagai tersangka sejak Juni 2009. Anggoro menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyuapan.
"Ini terkait pengajuan anggaran Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan tahun 2007," ujar Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/1) malam.
Bambang mengatakan perusahaan Anggoro, PT Masaro Radiocom, merupakan rekanan Dephut dalam pengadaan SKRT tersebut.
Menurut Bambang, pengadaan SKRT itu sudah berjalan lama di Dephut. Pada pengadaan tahun anggaran 2007, PT Masaro melalui Anggoro diduga melakukan pendekatan dan memberikan fee kepada beberapa pejabat Dephut.
"(Diduga) untuk meloloskan pengajuan anggaran kegiatan revitalisasi SKRT," ujar dia.
Pada tahun itu juga, menurut Bambang, Dephut mengajukan usulan rancangan pagu anggaran untuk 69 program gerakan revitalisasi SKRT. Didalamnya termasuk revitalisasi SKRT dengan nilai sekitar Rp 180 miliar yang diajukan ke Komisi IV DPR RI.
Untuk memuluskan itu, Anggoro juga diduga menyuap anggota Dewan. "Diduga atas persetujuan anggaran SKRT itu, tersangka AW juga telah memberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi IV," kata dia.
Terkait perkara ini, Bambang mengatakan sudah ada beberapa yang divonis di pengadilan. Mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faishal dihukum 4 tahun 6 bulan dan juga denda Rp 250 juta.
Ada juga anggota Komisi IV Azwar Chesputra yang divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Kemudian anggota komisi yang sama Hilman Indra dan Fahri Andi Leluasa juga mendapat vonis serupa.
Pejabat Dephut Wandoyo Siswanto juga telah divonis di pengadilan dengan hukuman penjara 3 tahun dan denda Rp 100 juta. Sementara Direktur PT Masaro, Putranefo, dipidana penjara 6 tahun dan juga denda Rp 200 juta. Kini, KPK akan menuntaskan penyidikan untuk Anggoro sehingga dapat diproses di pengadilan.
Bambang mengatakan KPK sudah mengeluarkan surat perintah penyidikan atas nama Anggoro sejak 19 Juni 2009. KPK kemudian dua kali memanggil Anggoro untuk menjalani pemeriksaan pada 26 dan 29 Juni.
Namun, Anggoro tidak memenuhi panggilan tersebut dan akhirnya masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 17 Juli 2009. Setelah sekitar 4 tahun 7 bulan 'lenyap', Anggoro tertangkap di batas darat Shenzhen, Cina-Hong Kong dan Kamis (30/1) dibawa ke Indonesia.