REPUBLIKA.CO.ID, AUSTRALIA -- Baru-baru ini di Australia kembali marak kasus kekerasan yang dipicu alkohol. Menurut sejumlah peneliti, perilaku agresif akibat konsumsi alkohol hanya terjadi pada sebagian kecil orang. Tipe orang seperti apa yang menjadi agresif akibat minuman keras?
Menurut Dr. David Caldicott, konsultan darurat medis di Rumah sakit Calgary, Canberra, Australia, apakah seseorang akan berlaku agresif saat mabuk bisa dilihat dari perilakunya saat tidak mabuk.
"Saya rasa kenyataannya mereka yang memukul orang [saat mabuk] adalah orang yang memukul orang [saat tak mabuk]," ucapnya.
Pendapat Caldicott senada dengan sejumlah penelitian tentang alkohol dan perilaku agresif. Mereka yang lebih mudah tersinggung, tak mudah mengendalikan amarah, dan terlihat kurang empati terhadap orang lain saat tak mabuk, lebih mungkin berlaku agresif saat mengkonsumsi alkohol.
Selain itu, laki-laki juga lebih mungkin agresif saat mabuk dibanding perempuan.
Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan tipis dalam fungsi otak individu mengakibatkan reaksi yang berbeda akibat konsumsi alkohol.
Salah satu cara mengukur pengaruh alkohol terhadap kerja otak adalah dengan cara mengamati cara individu menggunakan apa yang disebut sebagai sistem eksekutif otak, yang termasuk pembuatan keputusan, memecahkan masalah dan menalar.
Menurut psikolog dan peneliti bidang penyalahgunaan zat dari Stanford University, Amerika Serikat, Dr Adrienne Heinz, fungsi ini ibarat pusat komando otak yang "memberi tahu anda kapan harus mengerem, mempertimbangkan konsekuensi tindakan ada, dan mengarahkan anda ke hasil yang lebih baik."
Saat kita mengkonsumsi alkohol, kontrol eksekutif akan melemah, hingga kita lebih sulit mempertimbangkan perilaku kita dan mengatur diri. Bukannya menarik nafas panjang saat merasa dilecehkan, kita akan mengikuti nafsu, yang terkadang melibatkan kekerasan.
Sebagian orang secara alamiah memiliki kendali eksekutif yang kurang baik, dan orang-orang macam ini, terutama bila laki-laki, lebih mungkin bersifat agresif saat minum minuman beralkohol.
Karena ini pula, remaja dan orang muda seringkali melakukan kekerasan saat mabuk. Otak kita terus berkembang hingga usia kita mencapai akhir 20 tahunan. Bagian otak yang paling akhir berkembang adalah bagian prefrontal lobe, yaitu daerah yang mengendalikan nafsu melalui kendali eksekutif.
Yang lebih parah adalah orang yang memiliki ketergantungan pada alkohol, kata Heinz. konsumsi alkohol terus menerus melemahkan fungsi eksekutif, bahkan saat mereka tak minum minuman keras. Efek ini bisa bertahan hingga satu tahun setelah mereka berhenti minum minuman beralkohol.
Menurut Heinz, alkohol mempengaruhi kemampuan kita untuk menilai seberapa besar ancaman yang ada di sekeliling kita. Oleh karena itu, terkadang saat mengkonsumsi alkohol, orang yang tak sengaja menyenggol kita pun bisa dianggap sengaja mencari gara-gara. Sedangkan Caldicott menyatakan bahwa alkohol "mengubah persepsi kita terhadap dunia."
Selain itu, menurut Heinz, kita juga terpengaruh pendapat kita tentang perilaku apa yang pantas saat mabuk. Standar tentang apa yang pantas dan apa yang tidak ini bisa tertanam sejak kecil, misalnya dengan melihat perilaku orang tua kita saat mabuk, dan juga apa yang kita lihat di masyarakat sekeliling kita.
Salah satu tantangan terbesar bagi para psikolog dalam menyikapi perilaku agresif terkait alkohol adalah mengajari cara mengendalikan amarah. Menurut Heinz, langkah awal yang baik bagi mereka yang terlibat masalah akibat alkohol adalah program pengendalian amarah.
Namun, untuk menurunkan jumlah orang yang masuk rumah sakit gara-gara kekerasan terkait alkohol, Caldicott percaya bahwa pembatasan konsumsi alkohol di komunitas secara keseluruhan akan membawa manfaat.
"Kalau ada zat yang mengakibatkan masalah di masyarakat, adalah tanggung jawab badan kesehatan publik untuk memastikan ada pembatasan zat tersebut," jelasnya.
Bahkan, menurutnya, alkohol adalah "zat yang paling penting untuk disikapi terkait bahaya."