Sabtu 01 Feb 2014 09:00 WIB

Pembicaraan Lanjutan Suriah Dijadwalkan 10 Februari

Lakhdar Brahimi
Foto: AP/Michel Euler
Lakhdar Brahimi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Penengah PBB bagi pembicaraan antara Pemerintah Suriah dan oposisi, Jumat (31/1), menyerukan dilanjutkannya pembicaraan pada 10 Februari.

Ketika berbicara pada Munich Security Conference Ke-50 di Muenchen, Utusan Khusus PBB-Liga Arab Lakhdar Brahimi menyerukan dilanjutkannya pembicaraan di Kota Jenewa, Swiss, pada 10 Februari.

"Itu tidak 100 persen pasti, tapi saya berharap itu akan terjadi," katanya. Ia menyeru semua orang yang memiliki pengaruh atas Pemerintah Suriah dan oposisi agar berusaha sekuat mungkin untuk meyakinkan semua orang agar kembali ke pembicaraan tersebut.

Brahimi menyampaikan harapannya bahwa pembicaraan pada 10 Februari akan menjadi "lebih konstruktif", demikian laporan Xinhua, Sabtu pagi.

Ia juga menyampaikan harapan agar semua pihak yang bertikai siap membahas secara sungguh-sungguh "cara mengakhiri perang itu dan cara rakyat Suriah akan mulai membangun apa yang ia sebut Suriah Baru".

Sehubungan dengan pembicaraan itu, yang berlangsung selama delapan hari di Jenewa, Brahimi mengatakan tak ada kemajuan. Saat memberi penjelasan kepada peserta konferensi tersebut, Brahimi mengatakan ia "malu".

Setelah selama satu pekan perundingan dilaksanakan di markas besar PBB di Jenewa, kedua pihak yang bertentangan dalam perang saudara di Suriah masih terjebak pada pertanyaan tentang cara melanjutkan pembicaraan.

Pertemuan pada hari Jumat diperkirakan akan menjadi seremonial, dan delegasi pemerintah serta oposisi dijadwalkan kembali bertemu sekira tanggal 10 Februari.

Ia menyebut-nyebut kemajuan selama pembicaraan tersebut. "Mereka mula-mula berbicara melalui saya, lalu dari waktu ke waktu saling berbicara secara langsung," kata Brahimi.

Brahimi mengatakan dalam satu taklimat di Jenewa babak pembicaraan Suriah saat ini adalah "awal yang sulit" dan kemajuan berjalan lamban. Namun semua pihak "telah terbiasa untuk duduk di ruang yang sama" dan telah "berhubungan dengan cara yang bisa diterima".

"Ini adalah landasan yang sederhana tempat kia bisa membangun," katanya.

Menurut Brahimi, kedua pihak membahas situasi di lapangan di negara yang dicabik perang tersebut melalui penengahannya, dan kota terkepung Homs "juga dibahas secara aktif".

Pertemuan pertama antara Pemerintah Presiden Bashar al-Assad dan oposisi --setelah tiga tahun terakhir berlangsungnya perang saudara-- dimulai pada akhir Januari melalui penyelenggaraan konferensi internasional.

Dalam konferensi itu, kedua belah pihak menetapkan posisi tegas yang tidak pernah mereka sampaikan sebelumnya.

Perundingan berkali-kali terancam buyar sebelum mereka memulai pembicaraan dan hanya dengan mendudukkan kedua delegasi di satu ruangan sudah dianggap sebagai sebuah prestasi.

Kedua belah pihak mengambil langkah maju pertama pada Rabu (29/1) dengan kesepakatan untuk menggunakan dokumen tahun 2012 sebagai dasar bagi pembicaraan. Namun tak lama kemudian mereka kembali berpegang pada posisi yang bertentangan mengenai itu.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement