Sabtu 01 Feb 2014 11:24 WIB

Warga Sipil di Homs, Suriah Diungsikan

Konflik bersenjata di Suriah.
Foto: Reuters/Omar Ibrahim
Konflik bersenjata di Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Langkah baru telah dilancarkan untuk mengungsikan warga sipil yang terjebak dari Kota Tua Homs di Suriah Tengah kata Gubernur Homs Talal Barazi kepada Kantor Berita Resmi Suriah, SANA, Jumat (31/1).

Gubernur tersebut mengatakah langkah baru itu telah dilakukan melalui kerja sama dengan PBB untuk mengungsikan warga sipil dari wilayah yang dikuasai gerilyawan di Kota Tua Homs. Ia menambahkan, "Kami optimistis untuk bisa segera mengungsikan warga sipil."

Gubernur tersebut memberitahu Xinhua, yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi, pemerintah bersiap mengungsikan warga sipil yang terjebak di Kota Tua Homs, tapi membantah rombongan bantuan akan memasuki daerah itu.

Ia menyatakan pemerintah sedang menunggu reaksi dari kelompok gerilyawan di dalam wilayah terkepung tersebut melalui seorang pejabat PBB urusan koordinator warga Yacoub Al Helou, yang melakukan misi ulang-alik antara kedua pihak guna menjamin pengungsian dapat dilakukan.

Gubernur itu menekankan pemerintah sama sekali tidak menyetujui pengiriman bantuan karena khawatir bantuan tersebut akan jatuh ke tangan gerilyawan. Ia menyatakan gerilyawan bisa memanfaatkan pengampunan yang diumumkan belum lama ini dan menyerahkan diri mereka.

Koalisi Nasional Suriah (SNC), payung utama kelompok oposisi di pengasingan, menuntut pemerintah mencabut pengepungan militer terhadap Kota Tua Homs dan mengizinkan bantuan buat orang yang terjebak.

Damaskus menyatakan warga sipil bebas untuk pergi, dan berjanji akan memberi mereka tempat berteduh serta bantuan medis, tapi menolak pengiriman bantuan sebab itu dapat jatuh ke tangan gerilyawan.

Banyak pegiat mengatakan sebanyak 3.000 warga sipil dan 4.000 gerilyawan terjebak di bagian Kota Tua Homs, yang telah dikepung oleh tentara Suriah selama 20 bulan.

Sementara itu, Valerie Amos --Wakil Sekretaris Jenderal PBB Urusan Kemanusiaan-- pada Jumat mengatakan ia sangat kecewa dan frustrasi bahwa Pembicaraan Jenewa II berakhir pada pagi hari yang sama tanpa kesepakatan mengenai jeda kemanusiaan untuk memberi bantuan buat ratusan ribu orang yang terjebak di kota besar dan kecil di Suriah, yang dilanda pertempuran.

Dasar pembicaraan tersebut ialah penerapan penuh rencana aksi yang disahkan dalam Komunike Jenewa 2012, konferensi internasional pertama mengenai konflik itu, yang menyerukan pembentukan pemerintah peralihan untuk menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil. Namun satu masalah utama ialah bantuan kemanusiaan buat 1,6 juta orang Suriah, sebagian dari mereka telah terjebak selama hampir dua tahun tanpa pasokan pangan rutin.

"Ia mengatakan lebih dari tiga jura orang di Suriah terjebak di banyak daerah tempat pertempuran sengit berkecamuk terus atau yang terkepung oleh pasukan pemerintah atau oposisi," kata Farhan Haq, Penjabat Wakil Juru Bicara PBB, dalam taklimat harian di Markas PBB, New York. "Situasi sama sekali tak bisa diterima."

"Ia mengatakan masyarakat internasional secara jelas telah menyerukan tindakan segera guna memfasilitasi pengiriman bantuan secara aman dan tanpa halangan di seluruh negeri itu. Namun sejauh ini, itu belum diterjemahkan menjadi kemajuan penting atau tindakan di lapangan," kata Haq.

"Ibu Amos mengatakan kami memerlukan tindakan mendesak sekarang," katanya. "Pengepungan harus dicabut. Kesepakatan gencatan senjata harus disepakati dan rombongan kami harus diperkenankan lewat segera dan secara aman. Jalan dan tempat penyeberangan yang lebih besar perlu dibuka guna memungkinkan arus reguler pasokan bantuna penting."

sumber : Antara/Xinhua-OANA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement