REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan pemimpin senior Gerakan Perlawanan Islam (HAMAS) bertemu di Ramallah, Tepi Barat Sungai Jordan, Sabtu (1/2), guna membahas perujukan Palestina.
Pertemuan itu berlangsung selama dua jam, kata Nasser Ad-Din Ash-Sha'er, seorang pemimpin HAMAS dan mantan wakil perdana menteri dalam pemerintah pimpinan HAMAS --yang menguasai Jalur Gaza.
"Saya membahas dengan Presiden Mahmoud Abbas cara melakukan tindakan positif praktis di lapangan guna menjamin penerapan perujukan," kata Ash-Sha'er melalui telepon kepada Xinhua.
"Kami percaya ada konsensus sangat besar di kalangan rakyat Palestina guna mencapai perujukan internal, mengakhiri perpecahan dan menyelenggarakan pemilihan umum sesegera mungkin," kata Ash-Sha'er.
Sementara itu, seorang pejabat Faksi Fatah, yang menguasai Tepi Barat Sungai Jordan, memberitahu Xinhua pertemuan antara Abbas dan Ash-Sha'er tersebut dipusatkan pada gagasan yang berkaitan dengan cara mewujudkan perujukan penuh.
"Presiden Abbas siap bergerak menuju perujukan segera setelah HAMAS menerima baik penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah Palestina," kata pejabat itu.
Perpecahan di kalangan faksi Palestina meletus ketika HAMAS mengusir pasukan keamanan Abbas dan merebut kendali atas Jalur Gaza pada Juni 2007. Kedua pihak sejauh ini gagal menyelesaikan perpecahan mereka.
Sementara pada Sabtu (1/2), Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Catherine Ashton memimpin pertemuan para pejabat tinggi internasional untuk membahas proses perdamaian Israel-Palestina, dan mengatakan diperlukan keputusan-keputusan yang "berani".
"Pertemuan ini berlangsung saat keputusan sulit dan berani perlu diambil," kata Ashton dalam sebuah pernyataan pada Jumat (31/1).
Ashton mengatakan hal tersebut Sabtu di sela-sela Konferensi Keamanan Muenchen dengan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan mantan perdana menteri Inggris Tony Blair, utusan yang ditunjuk Kuartet Timur Tengah untuk membantu menjaga proses perdamaian yang rapuh -- yang juga mencakup Uni Eropa selain PBB, AS dan Rusia.
Kerry telah memimpin upaya baru untuk perdamaian Timur Tengah sejak Juli, dengan terlibat dalam pembicaraan dengan semua pihak yang berkepentingan bahkan ketika Israel dan Palestina terus bertikai, terutama atas rencana Israel untuk membangun permukiman baru di Tepi Barat.