Senin 03 Feb 2014 17:13 WIB

Bisa Dikorup Ratusan Miliar, Dana Saksi Pemilu Diadukan ke KPK

Gedung KPK
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi untuk Akuntabilitas Keuangan Negara (KUAK) melaporkan potensi korupsi dana saksi partai politik (parpol) yang mencapai hampir Rp 700 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami mengadukan kebijakan dana saksi parpol dan dana, tadi kami sudah paparkan tentang potensi masalah dana saksi ini yang nantinya berpotensi korupsi yang nilainya hampir Rp 700 miliar," kata peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam di Gedung KPK Jakarta, Senin (3/2).

KUAK terdiri atas sejumlah lembaga swadaya masyarakat yaitu IBC, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Transparansi Internasional Indonesia (TII), Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif, Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

"Dari prosedur saja, dugaan kuat kami bahwa dana saksi untuk parpol jelas melanggar mekanisme penyusunan APBN baik UU No 1/2004 atau UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara. Di sana, dana anggaran parpol tidak ada dan tidak diakui sebagai 'leading sector'," ungkap peneliti ICW Abdullah Dahlan.

Menurut Abdullah, dari sisi penganggaran, alokasi dana tersebut tidak masuk dalam tugas dan fungsi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Bawaslu hanya fungsi pengawasan dan bukan mendanai partai, partai bukan organ dalam bawaslu jadi tidak tepat bawaslu mendanai kelembagaan yang bukan di bawah mereka, jadi kami melihat anggaran ini dipaksakan," tambah Abdullah.

Ia mencurigai ada motivasi politik dalam dana saksi tersebut.

"Saya kira kepentingan motif politik menguat, terutama partai penguasa yang memiliki akses padahal sebenarnya peserta pemilu dilarang menggunakan sumber dana pmerintah dalam UU Pemilu, Bawaslu harus mengingatkan kalau dana tersebut masuk, sama saja partai dibiayai oleh negara," jelas Abdullah.

KUAK meminta KPK mengingatkan bahwa alokasi anggaran secara proses saja sudah tidak dibenarkan apalagi jumlahnya tidak sedikit yaitu Rp 658,8 miliar yang menjadi beban ABPN.

"Ini akan menjadi preseden buruk kalau ada alokasi yang dari sisi perencanaan tidak jelas siapa yang berinisiatif menggagas anggaran kemudian dilegalkan," ungkap Abdullah.

Abdullah berharap agar KPK dapat meneliti secara prosedural anggaran apakah sesuai dengan mekanisme penyusunan APBN.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement