REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Amri Amrullah
JAKARTA - Pemerintah kembali menunda pembahasan revisi aturan pentarifan bagi penghulu yang bekerja di luar kantor urusan agama (KUA) dan di luar jam kerja.
Hal ini disampaikan Inspektorat Jendral (Irjen) Kementerian Agama ketika dikonfirmasi terkait jadwal pembahasan revisi aturan pantarifan tersebut di kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenkokesra) Selasa (4/2).
"Sebelumnya informasi yang saya dapat, akan dibahas di Kemenkokesra hari ini. Tapi terbaru katanya diundur hingga Jumat pekan ini," ujar Irjen Kemenag, M. Yassin kepada Republika, Selasa (4/2).
Belum jelas kenapa agenda pembahasan ini tertunda. Akan tetapi, Irjen Kemenag menegaskan Februari target aturan tersebut sudah hadir dan berlaku di seluruh Indonesia.
"Untuk Februari, kita sudah diundang oleh beberapa instansi terkait aturan pentarifan penghulu ini, diantaranya dari Kemenkokesra dan KPK. Kita harap pertemuan Februari ini terakhir," ujarnya.
Sebelumnya, Kemenag telah mengusulkan beberapa draft yang akan dibahas bersama antar Kementerian terkait seperti Kemenag, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bappenas dan Kemenkokesra.
Pihaknya pun telah beberapa kali berdiskusi dengan KPK sebagai bahan pertimbangan agar aturan terbaru ini tidak memunculkan korupsi atau gratifikasi.
Yassin pun berharap pada pertemuan Jumat pekan ini dengan Kemenkokesra dan kementerian terkait sudah ada kesepakatan. Sehingga aturan baru yang merevisi Peraturan Pemerintah (PP) sebelumnya terkait tarif penghulu dapat disahkan dan berlaku.
Polemik gratifikasi penghulu telah menjadi permasalahan bagi masyarakat dan pemerintah. Yakni ketika penghulu menerima imbal jasa dari masyarakat karena mencatatkan nikah di luar KUA dan jam kerja.
Sedangkan aturan yang ada, penghulu hanya menikahkan di KUA dengan biaya pencatat Rp 30 ribu. Menurut Kejaksaaan, penerimaan itu bagian dari gratifikasi yang diterima penghulu dan bisa dikenakan pasal tindak pidana korupsi.