REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengganti Menteri Perdagangan Gita Wirjawan diharapkan orang yang cinta produk dalam negeri dan membela kesejahteraan petani. Hanya dengan cara itu, Indonesia bisa menjadi negara yang berdaulat pangan.
Ketua Bidang Perdagangan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Ismed Hasan Putro mengatakan, kucuran keran impor sudah semakin tidak terkendali. ''Akhirnya produk dalam negeri kalah,'' kata dia kepada Republika, Selasa (4/2) pagi.
Menurut Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) itu kebiasaan menggantungkan diri pada produk impor tidaklah baik. Alasannya, keuntungan terus mengalir kepada importir dan perusahaan luar negeri sedangkan petani dan pekerja dalam negeri hanya gigit jari.
Ismed mengamini, tidak mudah menjadi mandiri dalam sektor pangan. Namun, hal tersebut harus terus diusahakan.
Menurut dia, Indonesia sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Akhirnya, terjadilah defisit neraca perdagangan karena impor lebih banyak daripada ekspor.
Kebijakan impor, kata dia, telah membunuh petani di ladang pertaniannya. Pasalnya, harga produk lokal menjadi tidak kompetitif dibandingkan dengan produk impor. Ironisnya, tidak ada kepedulian dari pemerintah.
Ismed menyarankan, agar negeri ini tidak semakin terjerembab oleh pola perdagangan liberal dan pasar bebas, menteri perdagangan yang menjabat nanti harus seseorang yang berpihak pada petani dan bangsa ini.
Selain itu, harus memiliki komitmen mewujudkan Indonesia berdikari dan berdaulat pangan. Dia berharap, menteri perdagangan baru tidak akan melanjutkan kebijakan yang merugikan petani Indonesia.
Ismed menegaskan, sinergitas antarkementerian harus dibangun dengan apik. Tidak ada lagi saling melempar tanggung jawab, menyalahkan pihak lain.
Menteri perdagangan yang berpihak pada kepentingan bangsa dan tidak terjerat pemburu rente menjadi penting adanya untuk masa depan bangsa yang lebih baik.