REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara menyebut Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sebagai 'Hitler Asia' yang terus mengumpulkan kekuatan militer dengan alasan menjaga stabilitas regioal.
'Serangan' ini merupakan isi editorial kantor berita Korea Utara KCNA. South China Morning Post, Selasa (4/2), mengutip, editorial itu merespon surat kabar partai berkuasa 'Rodong Sinmun' yang bulan lalu menulis Abe sebagai maniak militer yang mencoba mengubah pandangan Tokyo yang mulanya anti perang.
Bulan lalu, Abe mengatakan sikap Jepang yang antiperang pasca Perang Dunia Ke Dua, yang akhirnya membatasi pertahanan militernya sendiri, dapat diubah pada 2020.
Editorial KCNA yang judul 'Inikah Hitler Asia?' menuding Perdana Menteri Jepang terus menebar ketakutan atas misil Korea Utara dan ancaman nuklir untuk membenarkan ekspansi militernya.
''Kelompok sayap kanan pimpinan Abe terus mencoba mengalihkan fokus kritik internasional dari Jepang ke negara lain,'' tulis editorial KCNA.
Tak ada bedanya maniak fasis Hitler, yang melawan komunis dengan menciptakan perang baru, dengan Abe yang menggunakan konfrontasi terhadap Korea Utara untuk membernarkan ambisi baru Jepang.
Korea Utara terus meneriakkkan kegagalan upaya Jepang menduduki semenanjung Korea pada 1910 hingga 1945 dan klaim negara matahari terbit itu atas teritori pulau Korea.
Kunjungan Abe ke Yasukumi, Desember lalu, untuk memberi hormat kepada warga Jepang yang tewas dalam Perang Jepang, termasuk petinggi yang dieksekusi atas kejahatan perang dalam Perang Dunia ke Dua, juga tak lepas dari sorotan.
Kunjungan itu juga menuai kritik dari Korea Selatan dan Cina dengan mengatakan itu sebagai tamparan di wajah korban Agresi Jepang.
''Tindakan tak bertanggungjawab lainnya adalah kecenderungan Hitler yang terus mendorong Jerman untuk berperang usai Perang Dunia Pertama,'' tulis KCNA yang menyindir Abe untuk sadar dari demam perang.
Program nuklir dan misil Korea Utara menjadi perhatian Jepang untuk waktu yang lama. Abe juga mendorong terbentuknya pertemuan enam-partai untuk membahas ambisi nuklir Pyongyang.