REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Kelompok garis keras Negara Islam Irak dan Laut Tengah (ISIL) menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan brigade gerilyawan Islam yang terlibat kemelut bersenjata melawannya.
Perjanjian itu ditandatangani pada Selasa antara ISIL dan Suqour al-Sham, yang disiarkan di Internet pada Rabu dan dilaporkan oleh kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR).
Perjanjian itu menyerukan penghentian segera pertempuran antara kedua pihak dan tidak saling melancarkan serangan. Selain itu, perjanjian mendesak pertikaian antara kelompok itu diajukan pada pengadilan Islam.
Kelompok garis keras semula disambut dalam kemelut Suriah oleh sejumlah kelompok oposisi. Tetapi, ISIL menimbulkan serangan sengit dari kelompok moderat dan brigade Islam karena dituduh melakukan penyiksaan terhadap warga dan kelompok oposisi bersenjata lawannya.
Sejak 3 Januari, koalisi kelompok pemberontak itu menyerang daerah-daerah ISIL yang berada dalam kekuasaan oposisi, termasuk provinsi Idlib, Aleppo dan Raqa.
''Pertempuran itu menewaskan lebih dari 1.700 orang,'' kata SOHR dan menarik perhatian dan menjauhkan diri perang melawan pemerintah di beberapa tempat.
ISIL berkembang dari Negara Islam Irak, yang pernah berafiiasi dengan Alqaidah di Irak yang meluas ke Suriah setelah konflik dimulai di negara itu.
Kelompok itu berusaha bergabung dengan kelompok gerilyawan Front Al-Nusra di Suriah tetapi Front itu menolak usul itu dan berjanji setia langsung kepada pemimpin Alqaida Ayman al-Zawahiri.
Zawahiri mengatakan Al-Nusra adalah cabang resmi Alqaida di Suriah dan menjaga jarak organisasinya dari ISIL, yang tidak berhasil memerintahkan mereka pulang ke Irak.
Al-Nusra sebagian besar tidak terlibat dalam melawan ISIL, tetapi sejumlah brigade moderat serta kelompok-kelompok Islam dari Front Islam termasuk Suqour al-Sham terlibat pertempuran seru dengan ISIL.