Kamis 06 Feb 2014 01:26 WIB

Pembebasan Corby Bakal Menabrak UU Keimigrasian

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Yudha Manggala P Putra
Schapelle Leigh Corby
Foto: Reuters/Bagus Othman
Schapelle Leigh Corby

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembebasan bersyarat yang diberikan pemerintah kepada terpidana kasus narkotika asal Australia, Schapelle Leigh Corby, bisa saja dibenarkan bila ditinjau dari UU Pemasyarakatan maupun UU Pidana.

Namun, keputusan tersebut dinilai bakal bertabrakan dengan peraturan dan perundang-undangan lainnya.“Terutama Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian,” kata Ketua Umum Gerakan Nasional Antinarkotika (Granat), Henry Yosodiningrat, saat berbincang dengan ROL, Rabu (5/2).

Ia menuturkan, sebagai warga negara asing, Corby tidak lagi memiliki izin yang sah dan masih berlaku untuk tinggal di Indonesia. Sesuai UU Keimigrasian, jika perempuan itu dibebaskan dari hukumannya, maka ia harus dipulangkan ke negara asalnya.

Pilihan lainnya, Corby diwajibkan bertempat tinggal sementara di Ruang Detensi Imigrasi yang ada di wilayah Indonesia, sebelum kemudian dideportasi ke Australia. “Pertanyaannya, setelah Corby dibebaskan, dia akan tinggal dimana? Ini mestinya yang dijelaskan oleh Kementerian Hukum dan HAM secara transparan, karena urusan ini memang menjadi bagian dari kewenangan mereka, bukan pengadilan,” ujarnya.

Henry menambahkan, jika ternyata pembebasan Corby tidak diikuti dengan sanksi administratif berupa pendeportasian atau penempatan yang bersangkutan di ruang detensi, maka pemerintah jelas-jelas telah melanggar UU Keimigrasian. Tak hanya itu, hal tersebut juga mencederai semangat masyarakat Indonesia dalam memerangi narkotika.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement