REPUBLIKA.CO.ID, HAVANA -- Kelompok gerilya Kolombia FARC, Rabu (5/2) waktu setempat, menuduh mantan Presiden Alvaro Uribe mendalangi aksi mata-mata terhadap perunding perdamaian oleh sebuah satuan intelijen militer.
Tuduhan mengenai tindakan mata-mata itu diungkapkan Selasa oleh mingguan Semana. Tudingan tersebut menyulut saling kecam antara kedua kepala intelijen militer.
Termasuk yang dikabarkan dimata-matai adalah tim perunding Presiden Juan Manuel Santos yang sedang melakukan pembicaraan dengan FARC di Havana, Kuba.
Santos memerintahkan penyelidikan mengenai masalah itu dan mengatakan 'kekuatan gelap' sedang berusaha menyabotase perundingan perdamaian, namun ia tidak memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai hal itu.
Ketua perunding FARC pada pembicaraan itu, Ivan Marquez, menuding langsung Uribe, tokoh garis keras yang menentang perundingan perdamaian tersebut.
"Alvaro Uribe mendalangi hal ini," katanya kepada wartawan sebelum memulai perundingan di Havana.
Marquez mengatakan aksi mata-mata itu ditujukan pada delegasi FARC pada perundingan itu. Dia meminta penjelasan pemerintah mengenai hal itu.
Selama lebih dari setahun, pemerintah Santos dan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) melakukan perundingan perdamaian di Kuba dengan tujuan mengakhiri konflik terlama Amerika Latin itu.
Dari lima poin agenda, kedua pihak sejauh ini baru mencapai dua kesepakatan -- reformasi tanah dan keikutsertaan kelompok pemberontak itu dalam politik jika mereka mengakiri perang yang telah berlangsung hampir 50 tahun.
Masalah-masalah lain yang diagendakan adalah perdagangan narkoba, ganti-rugi korban perang dan diakhirinya konflik.