REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tak hanya untuk menjaga kebugaran, latihan beladiri Kungfu Muslim atau Tifan Pokhan berguna sebagai keterampilan beladiri.
Koordinator Tifan Pokhan Tsufuk IPB, Abu Ubaidah, Kamis (6/2), menuturkan tifan pokhan merupakan gabungan berbagai beladiri di Cina Utara yang kemudian diramu dan disesuai dengan nilai Islam. Awalnya pun hanya untuk laki-laki.
Saat masuk ke Indonesia, thifan pokhan aliran tsufuk diadopsi Ustaz Habib di Bandung. Ia juga mengajarkan beladiri ini kepada isterinya. Bagi Muslimah, beladiri menjadi bentuk antisipasi atas kejahatan yang tidak diketahui.
Beladiri yang sudah berlangsung di IPB sejak 1990an itu menggelar latihan tiga hari dalam sepekan, Senin malam, Rabu malam, dan Sabtu malam untuk laki-laki. Sementera untuk perempuan latihan digelar Sabtu sore.
Baik tempat, pelatih dan mekanisme latihan peserta laki-laki dan perempuan masing-masing tersendiri. Untuk kelompok laki-laki, latihan diawali pemanasan sendi, lari-laru kecil memutari masjid al-Hurriyyah, pengerasan fisik dengan diberi pukulan ringan, dan baru dilanjutkan latihan jurus.
Laiknya beladiri lainnya, thifan pokhan tsufuk juga memiliki tingkatan. Ada 36 jurus (tsenkai) yang harus ditamatkan sebelum lanjut ke bab 1 hingga 7. 36 tsenkai dibagi menjadi enam level. Setiam enam senkai selesai, peserta bisa naik level dan berganti sabuk.
Ujian sabuk dilakukan di Bandung sebagai pusat perguruan. Sementara bab, dipelajari setelah tamat tsenkai dan berguna untuk memperhalus gerakan. Pada level ini, hanya yang sudah bersabuk hitam yang menjadi peserta.
Peserta thifan pokhan tsufuk juga dibekali kemahiran beladiri menggunakan alat. Untuk laki-laki, mereka bisa belajar menggunakan pedang dan tongkat pada tsenkai 23. ''Jadi pada saat itu mereka belajar menggunakan alat dan jurus sekaligus,'' kata Ubaidah.
Untuk peserta perempuan, pemanasan lebih ringan, tanpa pukulan ringan, latihan terpisah dengan tetap menggunakan pakaian yang menutup aurat. Beladiri thifan pokhan tsufuk juga disesuaikan dengan struktur badan dan fitrah perempuan agar nantinya tidak ada perempuan yang kelaki-lakian.
Kelompok bernama Putri Gading ini menggunakan kipas dan pisau untuk peserta di level lanjutan. Latihan dilakukan di tempat tertutup di area wudhu perempuan Masjid Al Hurriyah.
Sejauh ini, kata Ubaidah peserta laki-laki berjumlah 20 hingga 30 orang dan peserta perempuan sekitar 10 hingga 15 orang. ''Karena penyelenggaraannya di bawah koordinasi DKM Al Hurriyyah dan dilakukan di masjid, respon warga kampus positif, alhamdulillah,'' ungkap dia.
Karena latihan malam, biasanya peserta sudah merasa capek. Sementara untuk perempuan, kadang mereka bentrok dengan tapi kegiatan kampus sabtu sore.