REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 35 organisasi kemasyarakatan (ormas) menyatakan kesiapan mereka membiayai pengadaan jilbab untuk anggota polisi wanita (polwan). Namun, Polri menyatakan izin untuk polwan mengenakan jilbab bukan hanya persoalan biaya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Ronny Franky Sompie mengatakan, penggunaan jilbab oleh polwan berkaitan dengan banyak hal yang perlu disiapkan dan dikoordinasikan. Dia mencontohkan, kesesuaian penggunaan seragam polwan.
Menurut Ronny, kesesuaian tidak hanya ketika bertugas, tapi juga saat sedang mengikuti pendidikan dan pelatihan. Model jilbab untuk seragam pendidikan dan pelatihan bisa berbeda dengan seragam polwan yang melakukan tugas dalam berbagai fungsi. “Jadi, tidak hanya berkaitan dengan biaya yang dibutuhkan,” kata Ronny, Kamis (6/2).
Pimpinan Polri, kata Ronny, sudah menyiapkan konsep tentang polwan berjilbab. Tim yang telah ditunjuk juga sedang memproses konsep itu sehingga penggunaan jilbab oleh polwan bisa segera direalisasikan.
Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Welya Safitri mengatakan, tidak ada alasan bagi Polri menunda pengesahan aturan berjilbab bagi polwan. Selain jilbab merupakan kewajiban bagi setiap Muslimah, pemakaiannya juga merupakan hak asasi yang dilindungi konstitusi. "Polri harus segera mengesahkan aturan pemakaian jilbab," katanya.
Kelambanan Polri mengeluarkan surat keputusan mengenai jilbab telah menimbulkan polemik di masyarakat. Welya mengungkapkan, MUI menerima berbagai pengaduan tentang masalah ini dari masyarakat maupun internal polwan.
Ketua MUI Jawa Barat Salim Umar mengatakan akan mengirimkan surat ke Polri kalau izin pemakaian jilbab oleh polwan masih terhambat. MUI Jawa Barat akan menanyakan penundaan yang tidak ada keterangannya itu. Polri harus segera menyelesaikan polemik dengan mengeluarkan surat keputusan. "Jangan dibiarkan berlarut," kata Salim.
Apalagi, persoalan ini menyangkut masalah agama. UUD 1945 telah mengamanatkan agar hak beragama setiap warga negara wajib dihormati. Ketiadaan izin menyebabkan polwan mengabaikan perintah agama. Salim menyarankan, Polri mengeluarkan aturan agar polwan yang ingin menggunakan jilbab meniru konsep di Aceh.
Polwan di lingkungan Polrestabes Bandung, Jawa Barat, berharap pemakaian jilbab di institusi kepolisian tidak dibatasi. Polwan yang enggan namanya disebut itu menanggalkan jilbabnya karena tidak ingin mendapat teguran dari atasan.
Kepala Sub Bagian Humas Polrestabes Bandung Komisaris Rosdiana tidak menjawab pesan singkat atau telepon untuk menjelaskan adanya teguran dari atasan untuk mengenakan jilbab di Polrestabes Bandung. Dia juga tidak ada di ruangannya ketika Republika mendatangi kantornya.
Persoalan jilbab polwan sudah bergulir sejak akhir tahun lalu. Kepala Polri Jenderal Sutarman membolehkan polwan memakai jilbab. Namun, izin lisan ini dianulir beberapa hari kemudian melalui telegram rahasia yang ditandatangani Wakil Kapolri Komjen Oegroseno.
Oegroseno mengatakan, kebijakan polwan memakai jilbab ditunda karena belum diatur teknis pelaksanaannya. Dia sempat melontarkan pernyataan polwan yang bersikukuh mengenakan jilbab sebaiknya mengajukan permintaan dipindah ke daerah atau unit yang mengizinkan pemakaian jilbab, seperti Polda Aceh.
Kepolisian juga mengeluarkan berbagai alasan untuk menunda izin penggunaan jilbab ini. Mulai dari rencana masih melakukan kajian model jilbab yang dikenakan polwan di negara lain hingga ketersediaan anggaran untuk pengadaan jilbab. n wahyu syahputra/cj02/c57 ed: ratna puspita
Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih