REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Bidang Pengembangan BPRS Asbisindo, Syahril T Alam, mengatakan rasio pembiayaan bermasalah yang berada di angka tujuh persen terbilang baik. Hanya saja, sebenarnya, pelaku bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) patut mewaspadai dan harus menurunkan pembiayaan bermasalah.
Ia mengatakan rencana pemanggilan Otoritas Jasa Keuangan kepada perbankan syariah dengan NPF tinggi adalah hal yang biasa. Karena sebagai badan pengawas, tindakan pemanggilan diperlukan untuk melakukan mitigasi resiko. Sehingga, lanjut dia, secara umum bisnis perbankan syariah bisa lebih lancar.
Sementara terkait BPRS, ia mengatakan tentu setiap perseroan memiliki rencana untuk mengurangi rasio pembiayaan bermasalah. ''Itu pasti sudah masuk dalam rencana kerja mereka,''tutur dia kepada ROL, Kamis (6/2).
Untuk menurunkan NPF sebenarnya ada beberapa hal yang bisa dilakukan BPRS. Hal tersebut bisa berupa penagihan, kemudian restructuring sehingga bisa mengubah waktu pengembalian nasabah, hingga pengambil alihan jaminan. Hanya saja, ia mengakui angka NPF di BPRS memang cukup tinggi.
Angka tujuh persen menurut dia sudah menjadi semacam peringatan agar pelaku BPRS segera menurunkan angka NPF hingga bisa dibawah lima persen. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, angka BPRS hingga November 2013 tercatat 7,48 persen. Dengan pembiayaan sebesar Rp 4,35 triliun, dimana dana bermasalahnya mencapai Rp 326 miliar.