REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas HAM mengingatkan Polri bahwa tidak adanya alasan penundaan untuk polwan yang ingin mengenakan jilbab.
Komisioner Komnas HAM, Otto Nur Abdullah mengatakan, pihaknya akan menunggu keluarnya peraturan tersebut dari pihak kepolisian dan Aceh menjadi panutan untuk pengenaan jilbab. "Tidak ada alasan untuk lakukan penundaaan, toh, di Aceh kok bisa," kata dia, Jumat (7/2).
Di Aceh, lanjutnya, aturan tentang polwan berjilbab pun tidak ada. Ternyata di sana bisa berlaku dan tidak ada masalah. Semestinya pembolehan polwan berjilbab di Aceh menjadi tolak ukur secara nasional juga dibolehkan.
Mengenai masalah ketidakefektifan dalam bertugas ketika polwan mengenakan jilbab, Komnas HAM justru memberikan masukan kepada Polri untuk mengujinya. Ia menjelaskan, polisi bisa mengambil sebuah contoh pengenaan jilbab bagi polwan di Aceh.
''ketidakefektifan itu silakan diuji. Aceh kan sudah pengalaman, sudah bertahun, apakah ada kendala?. Jadi tidak ada alasan karena prakteknya sudah ada,'' kata Otto.
Terkait gugatan jika jilbab polwan tidak terealisasikan, Komnas HAM tidak ingin berpandangan terlalu jauh. Ia lebih memilih untuk membicarakannya kepada pemimpin Polri. Pembicaraan bisa ditekankan kepada sejumlah hambatan dalam pembuatan peraturan internal.
Komnas HAM sendiri tidak ingin terburu-buru ikut dalam polemik ini. Pihaknya menunggu adanya laporan dari masyarakat sebagai langkah instansi tersebut untuk bergerak.
''Tapi sebaiknya masyarakat meminta kepada Kapolri, Kan banyak ormas muslimah juga. Kala kita tetap mendukung Polwan berjilbab, karena itu bagian penghormatan atas keyakinan dan konsekuensi dari keyakinan,'' kata Otto.