REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Pertempuran meletus pada Sabtu di sekitar kota terkepung Homs, Suriah, saat pasukan bantuan PBB akan memasuki wilayah tersebut. Kedua pihak, pasukan Suriah dan gerilyawan, saling tuduh soal pelanggaran gencatan senjata.
Pada hari kedua gencatan senjata bagi bantuan kemanusiaan, Gubernur Provinsi Homs Talal al-Barazi menyeru militer menahan diri untuk menjamin warga dapat diungsikan dari daerah dikuasai pemberontak yang diblokade.
''Lima ledakan terdengar pada pukul 08.30 waktu setempat (12.30 WIB) di daerah-daerah permukiman yang dikepung,'' kata kelompok pemantau Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR).
Kantor berita resmi SANA yang mengutip pernyataan Barazi mengatakan,''Kelompok-kelompok teroris bersenjata melanggar gencatan senjata pagi ini di Kota Tua Homs dengan melancarkan serangan-serangan mortir di kantor polisi di daerah sana''.
"Para komandan militer telah diberitahu untuk menahan diri semaksimum mungkin untuk mengizinkan pengevakuasian para warga sipil yang ditahan oleh kelompok-lkelompok bersenjata di Kota Tua itu," tambahnya.
Pegiat sebaliknya menuduh pemerintah menggempur daerah-daerah permukiman yang dikepung dan melanggar gencatan senjata tiga hari.
''Daerah terkepung digempur dengan peluru mortir sejak Sabtu pagi," kata satu pernyataan dari pegiat.
"Serangan itu juga ditujukan pada jalan di mana bantuan kemanusiaan diduga akan dllalui," katanya menuduh penembakan itu berasal dari daerah yang banyak dihuni warga Alawi yang pro-pemerintah.
Homs terbagi dua berdasarkan garis sektarian dengan sebagian besar warga Sunni mendukung pemberontak. Kelompok Alawi, dari satu kelompok masyarakat sama seperti Presiden Bashar Al Assad, mendukung pemerintah.
Sejumlah kecil distrik yang dikuasai pemberontak di Homs tengah telah dikepung selama lebih dari 600 hari.
Pada Jumat, seorang juru bicara PBB mengatakan kedua pihak mentaati secara luas gencatan senjata yang disepakati itu.