Senin 10 Feb 2014 08:02 WIB

SBY Lamban Pilih Pengganti Gita

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Bilal Ramadhan
Gita Wirjawan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gita Wirjawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih belum menentukan pengganti Gita Wirjawan yang mundur sebagai Menteri Perdagangan (Mendag). Direktur Eksekutif Political Communication (PolcoMM) Institute Heri Budianto menilai sikap itu makin mempertegas lambannya respon SBY dalam membuat keputusan.

Menurut Heri, seharusnya SBY memberikan respon cepat dengan langsung menunjuk pengganti Gita. Apalagi Gita sudah mengundurkan diri sejak 31 Januari lalu. "Ini menunjukkan presiden gamang. Presiden tidak tegas dalam hal ini," kata Heri, selepas acara diskusi di Cikini, Jakarta, Ahad (9/2).

Heri mengatakan, Gita sudah mempertegas alasan pengunduran dirinya. Gita ingin lebih berkonsentrasi sebagai peserta Konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Demokrat. Agenda kegiatan dari partai yang dipimpin SBY. Ia heran SBY tidak segera mengambil keputusan mengenai pengganti Gita. "Ini, menurut saya, semakin meyakinkan kita bahwa selama ini presiden tidak tegas, tidak segera mengambil sikap terhadap semua persoalan yang terjadi di pemerintahan," ujar dia.

Menurut Heri, sudah menjadi gaya kepemimpinan SBY yang tidak segera merespon suatu kejadian. Ia mengatakan, di satu sisi gaya tersebut bisa jadi tepat. Namun ketika terjadi persoalan seperti saat ini, menurut dia, SBY semestinya bisa mengambil putusan lebih cepat. "Tidak berlarut-larut. Ketika seperti itu, mengganggu kinerja Kementerian Perdagangan," kata dia.

Heri menyarankan presiden tidak menunjuk orang baru di luar pemerintahan saat ini sebagai pengganti Gita. Menurut dia, faktor efektifitas waktu harus menjadi pertimbangan mengingat masa jabatan sudah kurang dari setahun. Ia menilai, orang baru akan tersandera karena waktu yang sebentar dan otomatis hanya meneruskan program Gita. "Sebaiknya figur yang diangkat presiden orang dalam kabinet," ujar dia.

Menurut Heri, SBY bisa menunjuk Wakil Mendag sebagai pengganti Gita untuk efektivitas waktu. Opsi lainnya, menurut dia, mengangkat menteri lain yang terkait. Ia mengatakan, pola seperti itu ada di zaman Presiden Gus Dur, yakni menteri ad interim. "Karena kalau datang menteri baru (dari orang luar kabinet) akan sulit sekali," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement