REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peserta calon presiden Partai Demokrat Pramono Edhie Wibowo mengatakan, penamaan Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) adalah hak sebuah negara sepenuhnya. Hal ini disampaikan Pramono terkait pernyataan Menteri Luar Negeri Singapura, K Shanmugam, yang melayangkan keberatan dengan penamaan KRI Usman Harun yang baru diluncurkan oleh TNI Angkatan Laut.
Akibat masalah ini, diberitakan pejabat pertahanan Indonesia seperti Wakil Menteri Pertahanan Letnan Jenderal (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala Staf Angkatan Darat Indonesia, Jenderal Budiman, dan Kepala Staf Angkatan Udara Indonesia, Marsekal Ida Bagus Putu Dunia tidak akan hadir dalam Singapore Airshow, yang dimulai pada hari Selasa (12/2).
Menanggapi hal itu, Pramono mengatakan, pejabat TNI maupun Menhan memang tidak perlu menghadiri Singapore Airshow. "Saya dukung kalau mereka tak mau hadir," katanya, Senin, (10/2).
Menurut Pramono, penghormatan kepada pahlawan di sebuah negara yang diabadikan dalam penamaan objek tertentu tidak boleh di intervensi oleh negara lain. Penamaan KRI Usman Harun sudah sesuai prosedur dan merupakan hak negara pemilik kapal, Singapura tak perlu ikut campur.
Usman Harun sendiri, terang Pramono, diambil dari nama dua anggota Komando Korps Operasi, sekarang Marinir TNI-AL, Usman dan Harun Said yang mengebom MacDonald House di Orchrad Road yang menewaskan tiga orang pada masa konfrontasi dengan Malaysia tahun 1965 bagian dari kebijakan Ganyang Malaysia. Keduanya dieksekusi di Singapura pada 17 oktober 1968.
"Penamaan KRI Usman Harun jangan dipahami dalam konteks peperangan masa lalu. Penamaan KRI Usman Harun sebaiknya dipahami dalam konteks sebuah negara dalam memberikan motivasi kepada rakyatnya untuk bersumbangsih mengisi kemerdekaan dengan pembangunan berkualitas,"kata Pramono.