Senin 10 Feb 2014 13:35 WIB

Maqam al-Jam'iyyah al-Ilahiyyah (1)

Ilustrasi
Foto: Surftin.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Manusia dengan kombinasi kekuatan jamaliyyah dan jalaliyyah mampu mencapai maqam “sintesa ketuhanan”.

Sifat dan asma Allah SWT dapat dikategorikan dalam dua kategori, yaitu sifat jalaliyyah dan jamaliyyah. Sifat jalaliyyah ialah sifat yang menggambarkan kemahaperkasaan dan kemahakerasan Allah.

Sedangkan, sifat-sifat jamaliyyah ialah sifat yang menggambarkan kelembutan dan dan kemahapengasihan Allah. Satu-satunya makhluk yang mampu mengaktualisasikan sekaligus menjadi lokus penampakan (mazhhar) asma dan aushaf (sifat) Allah hanyalah manusia. Dan, itulah mengapa manusia dipilih menjadi khalifah-Nya. 

Makhluk-makhluk lain, termasuk malaikat, hanya mampu mengaktualisasikan sekaligus menjadi mazhhar lokus sifat jamaliyyah-Nya karena mereka tidak memiki kekuatan jalaliyyah, yaitu kekuatan amarah (al-quwwah al-gadhabiyyah) dan kekuatan birahi (al-quwwah al-syahwatiyyah).

Malaikat melakukan “protes” terhadap rencana Tuhan menciptakan manusia, apalagi sebagai khalifah di bumi karena khawatir akan kedua kekuatan tersebut.

Padahal, justru kekuatan jalaliyyah itu (tentunya disamping kekuatan jamaliyyah) menjadi keunggulan manusia. Setelah Allah menunjukkan kehebatan manusia maka para malaikat sujud kepada manusia (Adam) (QS al-Baqarah [2]: 30)

Konsekuensi penggabungan kedua kekuatan tersebut (jalaliyah dan jamaliyyah) membuat manusia bisa mengemban fungsinya sebagai khalifah. Fungsi inilah yang memungkinkan manusia melahirkan peradaban. Manusia juga satu-satunya makhluk yang menurut S H Nasr disebut makhluk eksistensialis, yaitu makhluk yang bisa turun naik derajatnya di sisi Allah.

Manusia memiliki potensi dan kemampuan untuk menjadi makhluk termulia (ahsan taqwim) (QS at-Tin [95]: 4), hingga menembus Sidratil Muntaha. Tapi, manusia juga bisa jatuh ke lembah paling hina (asfalas safilin) (QS at-Tin [95]: 5), bahkan bisa lebih rendah dari binatang. (QS al-A'raf [7]: 179).

Malaikat tidak mungkin berdosa karena tidak memiliki quwwatul jalaliyyah. Mereka hanya memiliki quwwatul jamaliyyah sebagaimana makhluk Tuhan lainnya. Malaikat dan makhluk lainnya hanya bisa merepresentasikan aspek perbedaan dan ketakterbandingan (tanzih), tetapi tidak bisa merepresentasikan aspek keserupaan dan keterbandingan (tasybih).

Sebaliknya, manusia dengan kombinasi kekuatan jamaliyyah dan jalaliyyah mampu mencapai maqam “sintesa ketuhanan” (al-jam'iyyat al-ilahiyyah). Manusia mampu menampilkan sifat jalaliyyah disamping sifat jamaliyyah.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement