Senin 10 Feb 2014 19:12 WIB

IKADI: Valentine's Day Haram

Ketua Umum PP IKADI K.H Ahmad Satori Ismail
Foto: Republika/Agung
Ketua Umum PP IKADI K.H Ahmad Satori Ismail

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Pusat Ikatan Dai Indonesia (IKADI), menegaskan perayaan Hari Valentine (Valentine’s Day) pada 14 Februari adalah haram bagi umat Islam karena peringatan hari itu bertentangan dengan norma agama dan kesusilaan.

''Hari Valentine adalah hari kasih sayang bagi warga di Dunia Barat yang berada di luar Islam,'' jelas Prof Dr Ahmad Satori Ismail, ketua umum PP IKADI kepada Republika, Senin (10/2).

Dilihat dari asal muasalnya, jelas Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Valentine merupakan hari raya bagi kaum non-Islam di Roma, Italia. ''Untuk itu, Valentine haram bagi mereka yang beragama Islam,'' jelas Satori mengingatkan.

Menurut dia, peringatan Hari Valentine merupakan budaya yang tidak pantas diterapkan dalam ajaran Islam karena identik dengan kebebasan kaum remaja dalam menjalin atau mengikat suatu hubungan di luar nikah.

''IKADI mengimbau seluruh orang tua Muslim untuk memberikan pemahaman kepada anak-anaknya bahwa Hari Valentine bukanlah sesuatu hal yang harus dirayakan,'' jelasnya menegaskan.

Ia menyebutkan, fenomena perayaan Hari Valentine dalam beberapa tahun belakangan ini sangat marak di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan kota-kota lainnya.

''Para remaja, walau baru kelas satu SMP, sudah mengenal budaya nista ini. Mereka biasa merayakannya dengan mengadakan lomba saling merayu antara lawan jenis, saling memberikan bunga dan hadiah kepada pacarnya, mengadakan pesta musik yang terkadang disertai minuman keras tanpa memedulikan terjadinya percampuran pria dan wanita non-mahram.''

Bahkan, kata Satori, acara tersebut oleh mereka dijadikan ajang untuk mengekspresikan hawa nafsu kepada lawan jenis, misalnya mencium pipi, memegang tangan, sampai melakukan perbuatan yang kelewat batas, naudzu billahi min dzalik.

Lucunya, kata Satori menjelaskan, perayaan ini pun tidak hanya dilakukan anak muda. ''Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan tante-tante pun tidak ketinggalan 'bertaklid' merayakan budaya sesat ini,'' ungkapnya pilu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement