REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Korporasi Perbankan Bank Muamalat Indonesia (BMI), Luluk Mahfudah, menyatakan pembiayaan bagi Kredit Perumahan Rakyat (KPR) didominasi jangka panjang. Hanya saja sumber dana di perbankan syariah umumnya jangka pendek.
Oleh karena itu, tutur dia, sangat tepat jika solusi sumber dana jangka panjang berasal dari pihak pembiayaan. Hanya saja selain sumber dana jangka panjang, perbankan syariah juga membutuhkan kepastian suku bunga.
Hal ini agar perbankan syariah bisa memberikan pembiayaan fix rate kepada nasabah. ''Sebenarnya perbankan syariah tak terlalu mempermasalahkan, tapi mereka butuh kepastian,'' tutur Luluk, dalam seminar Kiat Pendanaan KPR Saat Bunga Tinggi, Rabu (12/2).
Perbankan syariah butuh kepastian, agar bisa mengalokasikan dananya setiap bulan kepada masyarakat. Ia menambahkan kehadiran PT SMF (Sarana Multi Griya Finansial) sangat penting untuk pendanaan jangka panjang. BMI, menurut dia, memang mencari dana jangka panjang yang produktif. Sayangnya rata-rata masih berasal dari asing.
Direktur Utama SMF, Raharjo Adi Susanto, menyatakan situasi perekonomian yang melambat saat ini memaksa pelaku bisnis mulai berhitung ulang. Apalagi Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan ke level 7,5 persen.
Atas dasar ini menurut dia diperlukan strategi jitu bagi pelaku bisnis KPR dalam mengelola likuiditas sekaligus menyiapkan sumber pendaan alternatif sebagai pendukung. SMF sendiri menurut dia hadir untuk berusaha menawarkan solusi terukur bagi pelaku bisnis kredit perumahan.
Terkait perbankan syariah, berdasarkan data SMF, pembiayaan terbesar yang melibatkan SMF adalah Bank Muamalat Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun. Selain itu unit usaha syariah BTN sebesar Rp 630 miliar, selanjutnya Mandiri Syariah mencapai Rp 600 miliar. Kemudian BNI Syariah mencapai Rp 200 miliar, BRI Syariah 100 miliar dan Bank BJB Syariah Rp 13 miliar.