Oleh: Afriza Hanifa
Setiap hari dia khawatir soal kelahiran Musa akan terbongkar.
Setiap kelahiran bayi laki-laki harus dibunuh. Demikian peraturan kejam Raja Fir’aun, sang penguasa Mesir.
Ia takut anak laki-laki akan tumbuh menjadi pemuda yang akan melawan dan menggoncang pemerintahahannya. Maka, setiap putra Bani Israil tak diizinkan melihat dunia meski sekejap mata. Nasib nahas itu pun menimpa Nabiyullah Musa Alaihissalam.
Alih-alih bahagia melahirkan seorang anak, ibunda Musa, Yokhebed (Yukabad), dirundung kecemasan yang teramat sangat. Bagaimana jika bayinya laki-laki, bagaimana jika ia harus menyaksikan putranya dibunuh.
Tentu saja, ia tak rela kehilangan si buah hati. Begitu melahirkan Musa, semakin cemaslah Yokhebed karena yang dilahirkannya merupakan bayi laki-laki.
Sehari, sebulan, hingga tiga bulan lamanya, Yukabad menyembunyikan putranya, Musa. Setiap hari ia dirundung kekhawatiran, takut kalau-kalau soal kelahiran Musa terbongkar. Ia berpikir untuk menyelamatkannya.
Sebab, lama-kelamaan Musa pasti akan ketahuan petugas kerajaan. Dilanda kebingungan yang sangat, ia pun kemudian mendapat ilham dari Allah untuk menghanyutkan Musa ke Sungai Nil.
“Susuilah dia. Dan, apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan, janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul,” begitu perintah Allah.
Yukabad pun kemudian membuat sebuah peti tertutup dan memasukkan Musa ke dalam nya. Dengan linangan air mata, ia menghanyutkan keranjang mengikuti aliran sungai terpanjang di dunia itu.
Yukabad begitu diliputi kesedihan dan kekhawatiran. Air matanya bercucuran. Hampir saja ia berteriak kepada orang sekitar untuk menyelamatkan Musa yang hanyut dibawa air. Tapi, sang ibunda akhirnya memasrahkan Musa kepada Allah. Cukup Allah yang akan menyelamatkan buah hatinya.
Sebagai upaya, sang ibunda meminta putrinya Miryam untuk mengikuti ke mana peti terbawa aliran sungai. “Ikutilah dia,” kata Yukabad kepada Miryam dengan kesenduan di wajahnya. Kakak perempuan Musa itu pun diam-diam mengikuti aliran sungai.
Atas kehendak Allah, peti Musa menuju sungai di dekat istana. Saat itu, istri Fir’aun, Asiyah, tengah berada di kebun istana dekat sungai bersama para pelayannya. Ketika melihat peti yang hanyut, ia pun meminta pelayannya untuk mengambil peti itu. Terkejutlah mereka ketika melihat bayi yang lucu berada di dalam peti.
Sekali melihat Musa, Asiyah langsung jatuh hati. Allah menurunkan rasa sayang pada setiap orang yang melihat si kecil Musa. Tapi, Fir’aun telah melarang setiap bayi laki-laki hidup. Maka, Asiyah pun membujuk suaminya untuk mengadopsi Musa sebagai anak angkat.
“Ia adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah- mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak” ujarnya. Maka, diangkatlah Musa menjadi putra angkat keduanya. Selamatlah Musa. Miryam merasa lega melihat adiknya dapat selamat.