Rabu 12 Feb 2014 17:50 WIB

Fatwa dalam Kilas Sejarah (4-habis)

Salah satu fatwa MUI (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Salah satu fatwa MUI (ilustrasi).

Oleh: Afriza Hanifa      

Komite Fikih Asia Tenggara merupakan lembaga yang akan mengorganisasi lembaga-lembaga fatwa di Asia Tenggara yang memiliki otoritas dalam mengeluarkan fatwa.

Komite akan mencari dan membahas masalah-masalah umat Islam di Asia Tenggara yang membutuhkan fatwa. Selain itu, komite juga akan menjadi wadah pertukaran produk fatwa, metodologi fatwa, ataupun pengalaman setiap negara terkait fatwa.

Kolektivitas fatwa

Dengan adanya komite fikih ini, nantinya akan muncul kolektivitas fatwa di Asia Tenggara. Dari tingkat regional bisa dibawa ke tingkat komite dunia sehingga dapat menghasilkan kolektivitas fatwa internasional.

Menurut Suryadharma, tak ada penyatuan ataupun sentralisasi di dalam fatwa, namun fatwa harus kolektif. ''Makin banyak jamaah yang mematuhi fatwa maka makin kuatlah fatwa tersebut," ujarnya.

Hal itulah yang terus diupayakan lembaga fatwa ataupun Liga Muslim Dunia. Kolektivitas fatwa, kata Menag, sangat diperlukan mengingat makin kompleksnya permasalahan umat Islam saat ini.

Banyak perkembangan, baik di bidang iptek maupun sosial masyarakat, yang membutuhkan hukum untuk melandasi perilaku umat Islam.

Sementara hukum Islam sendiri belum menyeluruh menjawab kebutuhan hukum seiring kemajuan zaman. Karena itu, diperlukan ijtihad yang dilakukan secara kolektif dari pakar hukum Islam di berbagai negara.

"Bentuk ijtihad jama'i yang seperti itu akan menghasilkan fatwa yang lebih komprehensif dibanding dengan ijtihad perseorangan atau fardi,'' kata Menag.

Lembaga fatwa di Indonesia

Di Indonesia, terdapat lembaga fatwa, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI). Berdiri pada  26 Juli 1975 di Jakarta, MUI merupakan lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi para ulama dan cendekiawan Islam di Indonesia. Mereka bertugas membimbing, membina, dan mengayomi kaum Muslimin Indonesia.

Dalam khitah pengabdian MUI dirumuskan lima fungsi dan peran utama lembaga ini, yaitu sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi (warasatul anbiya), pemberi fatwa (mufti), pembimbing dan pelayan umat (riwayat wa khadim al-ummah), gerakan Islah wa al-tajdid, serta sebagai penegak amar makruf dan nahi munkar.

Sejak berdiri hingga akhir tahun 1997, MUI telah menelurkan 76 fatwa. Seluruh fatwa tersebut dikelompokkan dalam lima kategori, yakni ibadah, paham keagamaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial kemasyarakatan, serta status halal makanan dan minuman. Seluruh fatwa tersebut juga merupakan hasil ijtihad para ulama di MUI.

Meski demikian, MUI bukan satu-satunya lembaga yang mengeluarkan fatwa. Beberapa organisasi kemasyarakatan Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah pun berperan memberikan fatwa bagi masyarakat.

Alhasil, tak jarang terjadi perbedaan fatwa mengenai masalah tertentu. Tak seperti di banyak negara Islam, Indonesia tak memiliki lembaga resmi yang berwenang memberikan fatwa dan harus dipatuhi masyarakat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement