Kamis 13 Feb 2014 09:39 WIB

Jalan Hidup Salikin: Mengasah Telinga Batin (5)

Ilustrasi
Foto: St.gdefon.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Ketika orang dalam suasana tenang, dalam keadaan bersih, sebersih janin yang tersimpan di dalam tempat paling aman (qararin makin), pada saat itu suara-suara indah dan lembut (sama') yang pertama kali pernah ia dengarkan tiba-tiba muncul kembali.

Suara-suara lembut itulah yang dicari para salikin. Sama' itu terkadang disuarakan oleh gemericik air sungai, deru gelombang laut, gesekan dedaunan, dan suara-suara alam lainnya.

Suara-suara itu juga terkadang dilagukan oleh bunyi jangkrik dan kicauan burung malam. Suara indah nan lembut itu terkadang muncul di balik gesekan biola, tiupan seruling senja, petikan halus kecapi, dan tabuhan lembut rebana serta lantunan tilawah dan shalawat Nabi.

Suara-suara lembut itu dipastikan akan diperdengarkan kembali kepada para hamba pilihan-Nya, ketika Ia memanggil kekasih-Nya dengan penuh kemesraan: “Wahai kekasihku pemilik jiwa yang tenang, kembalilah ke pangkuan Tuhanmu dengan hati tenang dan tenteram, di dalam dekapan keridhaan-Ku, bergabunglah dengan para kekasih-Ku yang lain, masuklah ke dalam ketenangan syurga-Ku.” (QS al-Fajr [89]: 27-30).

Para salikin berani melepaskan segalanya demi menggapai sama', suara-suara indah nan lembut itu. Mereka berusaha mengondisikan diri tidak sekadar seperti berada di dalam gua Hira atau gua Kahfi, tetapi jika mungkin seperti ketika berada di dalam rahim ibu.

Bila di masa janin ia berada di dalam rahim ibu mikrokosmos, sang ibu biologis, sekarang ia berada di dalam rahim ibu makrokosmos, sang ibu pertiwi.

Jika di dalam rahim mikrokosmos ia mendengarkan sapaan lembut Tuhan, hal yang sama juga dialami di dalam rahim makrokosmos.

Itulah sebabnya para salikin dan ahli khalwat sering menangis membaca Alquran. Terutama ketika membaca ayat: Ya ayyuhal ladzina amanu (Wahai orang-orang yang beriman). Sapaan itu mengingatkannya pada sapaan awal dalam zaman zali di rahim mikrokosmos.

   

Talbiyah

Labbaika Allahumma labbaik, labaika lasyarika laka labbaik, innal hamda wan ni'mata laka wal mulk la syarika laka! Lantunan talbiyah ini dilantunkan dengan suara-suara hati yang sangat mendalam.

Ibarat ungkapan rindu dendang seorang kekasih terhadap Sang Kekasih Yang Mahatunggal di samping rumahnya, Baitullah.

Suara-suara hati ini diungkapkan sambil berputar, bertawaf, memutari rumah Sang Kekasih yang tak pernah jauh dari-Nya.

Sesekali tangan membasuh air mata kerinduan yang tak tertahankan mengucur di kedua pipinya. Betapa tidak sekian lama ia merindukan untuk pulang ke kampung halaman spiritualnya, pada akhirnya telah sampai juga.

Di depan maqam Ibrahim ia tersungkur dengan pasrah. Seolah ia terlahir kembali dan berada di dalam belaian Sang Mahapengasih. Mulut tidak bisa lagi berucap, mau minta apa lagi jika Sang Pencipta surga membelainya, dan mau memohon perlindungan apa lagi di dalam genggaman erat Sang Mahapengaman (al-maula).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement