REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI- Aktivitas para penambang dalam menjaga kelestarian lingkungan tak sesuai harapan, akibatnya kerusakan lingkungan di Sulawesi Tenggara parah akibat cara-cara penambang yang tidak profesional. Penjelasan itu terungkap melalui diskusi kecil yang diselenggaran Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI) yang melibatkan kalangan akademisi bidang lingkungan, LSM dan para jurnalis dan pimpinan media di Kendari.
Menurut penjelasanan Kabid Ponologi Dinas Kehutanan Sultra, Sahid melalui rilisnya, menyebutkan akibat penambangan tidak profesional, berdampak sekitar 80,91 ribu hektare hutan di Sultra rusak akibat aktivitas pertambangan (dialihfungsikan) dari jumlah kawasan hutan Sultra yang tersisa 2,6 juta hektare.
"Kerusakan hutan tersebut, disebabkan karena perusahaan tambang tidak melakukan SOP pertambangan secara optimal, termasuk melakukan rehabilitasi dan reboisasi terhadap lahan yang telah mereka keruk," kata Sahid.
Forum diskusi yang dikemas dengan cara meminta masukan dan saran serta kritikan dari peserta baik dari akademisi, LSM dan jurnalis, mengharapkan agar kalangan wartawan di daerah lebih banyak menggali dan memberitakan isu-isu lingkungan.
"Saya melihat, rekan-rekan media dalam memberitakan masalah isu lingkungan dianggap tidak terlalu seksi dan hanya pemberitaan yang sifatnya situasional dan kasuistik. Seharusnya setiap perusahaan media menyediakan kolom khusus terkait isu-isu menyangkut lingkungan," kata Dosen Fakultas Kehutanan dan Lingkungan Universitas Haluoleo (UHO) Kendari Lies Indriani. Ia mengatakan, pemberitaan isu lingkungan dianggap seksi bila terjadi konflik, kongkalikong seperti bila ada kasus illegal logging dan sebagainya.