REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK- Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah perlu mencermati isi wawancara Schapelle Corby oleh salah satu stasiun televisi Australia.
"Bila isi wawancara tersebut merendahkan aparat penegak hukum Indonesia, maka Corby berpotensi melakukan tindak pidana," kata Hikmahanto, Kamis.
Ia mengatakan bila Corby menjelek-jelekkan Indonesia ini pun berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat. Melakukan tindak pidana dan menimbulkan keresahan masyarakat, katanya, merupakan dua hal yang berakibat bagi pembatalan pembebasan bersyarat Corby oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Oleh karena itu, lanjut Hikmhanto, bila menurut pemerintah wawancara Corby ternyata melanggar hukum dan menimbulkan keresahan masyarakat maka Corby telah melakukan pelanggaran bagi pembebasan bersyaratnya. "Ini berarti Corby harus segera dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan dan menjalani sisa hukumannya di LP tersebut," katanya.
Hikmahanto juga menjelaskan honor yang diterima Schapelle Corby berpotensi untuk masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). "Corby tidak kebal dan tidak boleh dikecualikan dari hukum yang berlaku di Indonesia," katanya.
Ia mengatakan bila Indonesia berkomitmen untuk memiskinkan para koruptor, maka sudah sewajarnya bila pelaku kejahatan narkoba juga dimiskinkan. Tidak justru sebaliknya menjadi kaya karena 'dramatisasi' dalam menjalani hukuman.
Sebelumnya Schapelle Leigh Corby diberitakan Corby mendapat kontrak berupa imbalan uang atas wawancara dan foto eksklusif dari perusahaan media asal Australia usai pembebasan bersyaratnya.