Jumat 14 Feb 2014 14:10 WIB

'Shalat Berhadiah Bentuk Kapitalisasi'

Shalat berjamaah (ilustrasi)
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Shalat berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON – Pengurus Wilayah (PW) Nahdlatul Ulama (NU) Maluku menyatakan shalat berhadiah merupakan bentuk kapitalisasi agama.

"Secara kontekstual, shalat atau ibadah karena iming-iming berhadiah merupakan bentuk kapitalisme agama. Sesuatu yang suci dikaitkan dengan materi, materialisasi agama," kata Wakil Ketua Pengurus PWNU Maluku, Abidin Wakano, di Ambon, Kamis (13/2).

Peryataan PWNU ini muncul terkait maraknya pemberian hadiah bagi umat Islam yang rajin shalat di sejumlah tempat di Tanah Air.

Abidin yang juga dosen Pascasarjana IAIN Ambon itu menegaskan, shalat berhadiah dapat menyebabkan timbulnya pemikiran yang dangkal dan sesat terhadap ajaran Islam. Ke depannya umat Islam tidak akan lagi beribadah semata-mata karena Allah SWT, tapi karena iming-iming hadiah.

Lebih lanjut Abidin menjelaskan, jika ditilik dari terminologi agama Islam, beribadah karena hadiah atau iming-iming tertentu dapat dikategorikan sebagai riya (berlebih-lebihan) dan dengan menyekutukan Allah SWT.

Hal ini tergolong dalam andad atau ketuhanan palsu. Pengikutnya dapat digolongkan sebagai orang kafir dan hamba Thagut.

"Dalam tradisi sufisme, ada tokoh terkenal bernama Rabiatul Adawiyah telah memperingatkan kita bahwa beribadah karena takut akan api neraka akan masuk surga. Tapi jika beribadah karena mengharapkan surga, maka akan masuk neraka," jelasnya.

Menurut Ketua Muhammadiyah Wilayah Maluku, Abdul Majid Makassar, pemberian hadiah bagi yang beribadah, boleh saja dilakukan selama tujuan dan niatnya baik. Bukan untuk menyekutukan Allah SWT.

"Tujuannya baik mengajak umat Islam agar rajin beribadah. Riya atau tidaknya ibadah masyarakat hanya Allah yang bisa menilai," katanya.

 

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement