Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Mimpi secara umum bisa diartikan sebagai bunga-bunga tidur yang dapat dialami oleh semua orang, siapa pun dia tanpa dibedakan tingkatan kualitas dan prestasi spiritualnya.
Semua orang pernah mengalami mimpi. Namun, tidak semua orang mampu memilah dan memverifikasi jenis dan kualitas mimpi yang dialaminya.
Mimpi yang umum dialami semua orang bisa muncul dengan sendirinya tanpa melalui proses persiapan apa pun. Kehadiran mimpi seperti ini di dalam tidur tidak bisa diprogram.
Ada kalanya kita membutuhkan isyarat dalam bentuk mimpi untuk meng-clear-kan sebuah persoalan, namun tidak muncul. Terkadang juga, tidak ditunggu, tetapi mimpi itu datang dengan jelas atau samar-samar.
Hal yang mirip dengan mimpi umum seperti ini ialah halusinasi dan ilusinasi. Halusinasi ialah persepsi dalam keadaan sadar dan terjaga terhadap sesuatu sebagai akibat suatu rangsangan dari luar.
Pengalaman halusinasi memersepsikan sesuatu di luar kenyataan objektif. Misalnya, seseorang merasa menyaksikan ada orang-orang yang mengejar-ngejar dan mengancam dirinya, padahal sesungguhnya hanya daun pisang yang melambai-lambai digerakkan angin.
Contoh lain, ia sudah cukup lama menantikan datangnya seseorang, begitu ia melihat sosok yang mirip dengan orang yang ditunggu, langsung dipersepsikan orang yang ditunggunya telah dating. Padahal, orang itu orang lain.
Mungkin, ilusi orang ini sudah sedemikian kuat sehingga ia dengan mudah membayangkan seolah sangat nyata sesuatu yang dipersepsikannya. Padahal, kenyataan objektifnya tidak demikian.
Beberapa penyebab halusinasi yang pernah diteliti, yakni karena psychophysiologic (gangguan struktur otak), psychobiochemical (gangguan neurotransmiter), dan psikologis (misalnya, kolektif memori masa lalu yang amat kuat berpengaruh di dalam diri).
Bedanya dengan mimpi, halusinasi dalam keadaan sadar (tidak tidur) seseorang dapat “melihat” sesuatu, seperti yang dapat dilihat dalam mimpi. Kalau dalam mimpi mungkin yang dilihat adalah kenyataan yang sesungguhnya dan dipersepsikan seperti dengan kenyataan tersebut, sedangkan halusinasi jelas-jelas berbeda antara persepsi dan yang dipersepsikannya.
Halusinasi tidak bisa dijadikan referensi dalam menentukan apa pun. Karena, jelas merupakan rekaman keliru yang ditangkap dalam pikiran. Halusinasi juga berbeda dengan interpretasi kenyataan (delusive perception) yang memberikan persepsi tambahan atau berlebihan terhadap sebuah kenyataan.
Misalnya, seseorang mendramatisasikannya dengan memberikan pesan atau isyarat hanya lantaran menyaksikan kilat melintas di hadapannya.