REPUBLIKA.CO.ID, KAMOJANG – PT Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang (PGE-AK) yang terletak di Kabupaten Bandung, Jawa Barat adalah salah satu perusahaan pengolah panas bumi di Indonesia.
Manajer Ren & Eval PGE-AK Muhamad Gadhavi mengatakan, perusahaannya memproduksi uap (steam) untuk dijadikan tenaga listrik. “Hasil produksi PGE-AE hanya di jual ke PT Indonesia Power, anak Perusahaan Listrik Negara (PLN),” ujarnya saat ditemui ROL, Senin (17/2).
Indonesia Power kemudian memproses uap ini menjadi tenaga listrik yang disalurkan untuk wilayah Jawa dan Bali. Namun khusus untuk PLTP IV, kata Gadavi, PGE-AK sudah langsung menjual listrik langsung ke PLN. PLTP IV ini dikembangkan sejak 2007 dan menghasilkan 60 MW.
Dalam jual-beli listrik maupun uap, PGE-AK dan PLN memiliki power purchase agreement (PPA) yang telah disepakati bersama berdasarkan Peraturan Menteri No. 22 tahun 2012. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 22 tahun 2012 ini tentang penugasan kepada PT PLN Persero untuk melakukan pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik negara panas bumi berikut harga patokannya.
Namun, kata Gadhavi, harga jual masih berdasarkan angka lama, belum mengacu pada PPA. “Harga uap 6,2 sen US$ per KWh dan harga listrik 9,7 sen per KWh. Saat ini kami masih menjual dengan harga yang diputuskan perantara.”
Pada 2015, PGE-AK akan menambah produksi hingga 30 MW. Untuk satu sumur membutuhkan investasi antara 6 - 8 juta US$. Dengan investasi sebesar itu, agar mengacu pada harga keekonomian, maka harga jual harus mengikuti patokan PPA dalam Permen 22/2012. “Sampai saat ini kami belum ke sana karena masih negosiasi,” ujar Gadhavi.
Jika negosiasi harga berhasil, maka keuntungan yang didapat PGE-AK akan mempercepat break even point (BEP) yang biasanya memakan waktu sekitar 6-7 tahun.
Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Panas Bumi
Berdasarkan Permen 22/20012
No. Wilayah Harga Listrik Panas Bumi
(sen US$/kWh)
Tegangan Tegangan Menengah
l. Sumatera 10 11,5
2. Jawa, Madura dan Bali 11 12,5
3. Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, 12 13,5
dan Sulawesi Tenggara
4. Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, 13 14,5
dan Gorontalo
5. Nusa Tenggara Barat, dan Nusa 15 16,5
Tenggara Timur
6. Maluku dan Papua 17 18,5