REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana merasa heran dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Nomor 4/2014. Pihaknya menyoroti perihal syarat calon hakim konstitusi yang dianggap membatasi hak warga negara.
Dia mempertanyakan, apa pertimbangan MK sebenarnya terhadap keanggotaan partai politik. Saat UU MK yang dibatalkan menjelaskan syarat calon hakim konstitusi harus non-aktif dari keanggotaan parpol sedikitnya tujuh tahun, dinilai membatasi warga negara.
“Sedangkan, syarat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ketika itu, UU mewajibkan calon yang berasal dari parpol harus lepas diri dari atribut tersebut sedikitnya lima tahun, tidak menjadi masalah,” kata Denny di sela-sela diskusi hukum nasional kemarin.
Menurut dia, putusan MK memang menarik. Namun, pihaknya enggan menyatakan, MK tidak punya konsistensi terhadap putusannya. Aturan itu tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf i UU Nomor 4/2014, atas tertangkapnya mantan Ketua Akil Mochtar yang merupakan anggota salah satu parpol.
Dalam pembacaan amar putusan, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyatakan, kasus yang menimpa MK tidak bisa dijadikan acuan untuk mengklaim semua pihak yang berasal dari parpol dianggap calon koruptor, karena itu, pasal tersebut membatasi hak warga menjadi hakim MK.