Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar
Kalangan sahabat Nabi juga sering mengalami hal-hal yang bersifat mistis, seperti yang pernah dialami Usaid bin Hudhair.
Ketika ia sedang membaca surah al-Baqarah pada malam hari, kudanya yang ditambatkan di sampingnya meronta-ronta. “Aku menenangkannya, lalu kuda itu menjadi tenang. Ketika aku melanjutkan membaca ayat, kembali meronta-ronta lagi. Aku pun kembali menenangkannya.”
“Setelah kembali mengaji, kuda itu pun kembali lagi meronta. Aku keluar melihat putraku, Yahya. Cemas jangan sampai terkena terjangan kuda. Ia melihat ke langit, ternyata ada sebuah tenda besar yang di dalamnya terdapat sejumlah lentera yang sedang menyala.”
Pagi hari ia menceritakan pengalamannya kepada Nabi, lalu Nabi menanggapi, “Bacalah terus Alquran wahai Ibnu Hudhair. Apakah kamu tahu apa yang terjadi semalam di dekat rumahmu? Dijawab tidak tahu.
Nabi menjelaskan, “Itu adalah para malaikat yang mendekati suaramu. Seandainya kamu terus membaca Alquran, niscaya keesokan paginya manusia akan melihat para malaikat yang tidak lagi menyembunyikan wujudnya dari mereka.
Pengalaman seperti ini biasa dialami oleh beberapa orang yang sudah mencapai tingkat kedekatan diri dengan Allah. Hanya saja, mereka tidak tertarik untuk menggunakan kemampuan itu.
Bagi mereka, memelihara kedekatan diri dengan Tuhan jauh lebih penting ketimbang mendapatkan kekhususan mistik. Kalangan mereka enggan menggunakan potensi mistiknya, khawatir jangan sampai hal itu menjadi hijab baru baginya.
Tidak jarang seorang salik yang berada pada posisi tinggi dan berhasil mendapatkan pengalaman mistik, tapi terhenti karena menikmati pengalaman mistiknya lalu meninggalkan Tuhannya.
Tujuan para salik bukan mengejar pengalaman mistik, akan tetapi untuk mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah. Kedekatan itulah nantinya yang akan menurunkan rida Allah, termasuk kekhususan lainnya sebagaimana dialami para wali.
Kekhususan tersebut biasanya disebut dengan karamah, yakni suatu perbuatan atau kenyataan yang luar biasa dan menyalahi adat dan logika (khariq li al-'adah). Yang paling didambakan para salik ialah rida Allah.
Waqi'ah kejadiannya tidak bisa diprediksi dan tidak terjadi secara otomatis setiap kali para salik menghendakinya. Kadang sering dan kadang jarang terjadi. Waqi'ah merupakan hidayah langsung dari Allah kepada para hamba-Nya.
Berbeda dengan mukasyafah, suatu bentuk penyingkapan rahasia Tuhan yang dikhususkan kepada para kekasih-Nya, dapat terjadi kapan saja saat orang itu memerlukannya. Hal ihwal mukasyafah akan dijelaskan dalam artikel mendatang.