REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah KPK mengirim surat permohonan penghentian RUU KUHP dan KUHAP ke DPR dikecam pemerintah. Dikatakan, permintaan KPK tidak bisa diterima nalar.
"Saya tidak melihat alasan yang bernalar kenapa harus ditarik," kata Dirjen Kemenkumham, Harkristuti Harkrisnowo di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (18/2).
Ia mengatakan revisi UU KUHP dan KUHAP tidak hanya membahas soal KPK. Tapi juga soal kontruksi hukum di berbagai bidang. Karenanya, menghentikan pembahasan dua undang-undang itu sama saja hanya memfasilitasi kepentingan KPK. "Kita kan punya 766 pasal. Pasal korupsi hanya ada sekitar empat," ujarnya.
Proses pembahasan revisi UU KUHP dan KUHAP sudah dilakukan berpuluh tahun. Dalam proses itu, kata Harkristuti, DPR telah melibatkan unsur pakar, akademisi, LSM, dan bahkan KPK.
Karenanya, kata dia, KPK jangan mengorbankan sebagian besar pasal pidana yang ada di UU KUHP dan KUHAP. "Mengorbankan 99 persen pembicaraan pasal-pasal soal pidana hanya untuk memfasilitasi kebutuhan mereka (KPK). Saya pribadi jadi agak tersinggung juga," ujarnya.