Kamis 20 Feb 2014 09:49 WIB

Armada Militer Abbasiyah (Bagian-2, habis)

Red: Damanhuri Zuhri
Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.
Foto: wordpress.com
Peta kekuasaan Daulah Abbasiyah.

REPUBLIKA.CO.ID. Oleh: Ani Nursalikah

Setiap saat, 125 ribu serdadu Muslim ditempatkan di sepanjang perbatasan Byzantium, Baghdad, Madinah, Damaskus, Rayy, dan lokasi strategis lainnya untuk menangani kerusuhan.

Garnisun Baghdad, demikian riwayatnya, bermarkas di bagian utara dan barat Kota Bundar. Para perwira terkemuka memiliki kediaman sendiri, termasuk kepala kepolisian yang memiliki rumah tepat di luar Gerbang Kufah.

Para serdadu dari wilayah kerajaan yang berbeda cenderung membentuk distrik etnis mereka sendiri. Apel militer resmi kadang digelar di ibu kota. Kavaleri ringan dan berat, infanteri, dan pasukan panah berbaris di lapangan.

Kavaleri berat benar-benar dilapisi besi dengan helm dan perisai dada yang tebal. Seperti kesatria abad pertengahan, titik yang tak terlindungi di tubuh mereka hanyalah ujung hidung dan dua lubang kecil pada

mata mereka.

Pasukan infanteri yang bersenjata tombak, pedang, dan lembing juga sama mengesankan.  Mengikuti tradisi Persia, mereka dilatih untuk berdiri begitu kokoh sehingga Bobrick menulis, "Anda akan mengira mereka dilekatkan erat-erat dengan penjepit perunggu."

Pasukan Muslim memiliki banyak alat pengepungan, seperti ketapel, pelontar, alat pelantak, tangga, serta besi pengait bertali dan kaitan. Semua ditangani insinyur militer.

Senjata utama pasukan Muslim untuk pengepungan pastinya adalah manjaniq, sebuah mesin tiang-ayun serupa dengan pelontar yang digunakan di Barat abad pertengahan.

Sejak abad ketujuh, alat ini menggantikan artileri puntiran (yang mendapat tenaga dari tali yang dipuntir) seperti yang digunakan pada masa klasik.

Rumah sakit lapangan dan ambulans dalam bentuk tandu yang diangkut unta menyertai pasukan di medan perang. Di masa Harun al Rrasyid, bangsa Arab bahkan telah mengembangkan granat pembakar.

Ini tidak mengejutkan. Di Irak, minyak bumi sudah dikenal sejak zaman kuno. Bahtera Nuh yang konon dibuat di Kota Najaf, menurut cerita, dilapisi dengan aspal batu bara.

Sejarawan Yunani, Herodotus, dan sejarawan Romawi, Strabo, menggambarkan penggunaan aspal oleh bangsa Babilonia dalam pembangunan gedung dan jalan raya.

Aspal kemudian digunakan bangsa Arab untuk mengawetkan anggur dalam tong-tong tembikar (seperti yang sudah dilakukan bangsa Romawi dan Yunani).

Nafta akhirnya digunakan dalam pembuatan peralatan pembakar. Menurut sejarawan Romawi, Ammianus Marcellinus, bangsa Persia sudah membubuhi ujung anak panah buluh mereka dengan getah yang mudah terbakar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement