REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menjadi pesepak bola muslim di Eropa tidaklah mudah. Diskriminasi di lapangan hijau menjadi tantangan yang harus dilalui. Jika tak kuat iman, bisa-bisa ibadah menjadi terbengkalai.
Itulah yang dirasakan eks stiker Wigan Athletic dan West Bromwich Albion, Nathan Ellington, yang kini sedang menjalani seleksi bersama klub Liga Super Indonesia, Persija Jakarta.
Berikut petikan wawancara Republika bersama sejumlah media dengan Nathan di POR Sawangan Depok, Kamis (20/2).
Tanya: Kapan anda memutuskan untuk berislam?Lalu bagaimana reaksi orang-orang terdekat anda?
Jawab: Saya memeluk Islam sejak 2005, sebelum menikahi istri saya yang merupakan pemeluk Islam. Alhamdulillah keluarga saya tidak mempermasalahkan keinginan saya. Saat itu saya menjelaskan alasan dan pengetahuan saya tentang Islam. Sekarang justru banyak keluarga terdekat saya yang akhirnya juga memeluk Islam seperti mama saya, tante, sepupu dan beberapa teman dekat. Saya sangat bahagia.
Tanya: Perbedaan apa yang anda rasakan setelah memeluk Islam, dari segi pribadi dan sebagai pesepak bola?
Jawab: Dari sisi pribadi, saya menjadi tahu makna hidup di dunia ini. Yang mana yang benar untuk dilakukan dan yang mana yang tidak. Saya menjauhi hal-hal yang sebelumnya merugikan bagi diri sendiri seperti pergi ke bar. Sekarang saya bisa menempatkan sesuatu ke dalam hal yang benar. Saya mengerti tentang arti hidup. Sebelumnya saya berpandangan bahwa selama tidak merugikan orang lain maka itu tidak masalah.
Dari segi sepak bola tentu tidak jauh berbeda. Saya menjadi lebih tenang dan tidak mudah terpancing emosi saat bermain
Tanya: Bagimana transisi kerohanian Anda setelah menjadi mualaf?
Jawab: Tentu membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mulai menjalani segala macam ibadah Islam. Bahkan saya butuh waktu beberapa tahun untuk mulai rutin menjalankan shalat lima waktu.