Sabtu 22 Feb 2014 12:20 WIB

Geng Motor dan Lemahnya Iman Remaja

Rep: c57/ Red: Karta Raharja Ucu
Geng motor, ilustrasi
Geng motor, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Pada medio 1990-an geng motor di kota-kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya, dijadikan sebagai tempat bersilaturahim, berbagi ilmu dan pengalaman. Nyaris semua geng motor di abad 20 itu geng motor berhaluan positif. Pada masa itu hanya sebagian kecil geng motor yang terlibat kriminalitas. Jumlahnya pun relatif sedikit, dan anggotanya berusia di atas 30 tahun.

Namun, istilah geng motor berubah 180 derajat setelah 2000-an. Di awal millenium itu, persepsi masyarakat terhadap geng motor berubah menjadi sekelompok preman yang mengendarai sepeda motor dan terlibat kriminalitas. Ironisnya, geng motor di abad 21 itu beranggotakan remaja berusia 14-25 tahun. Mereka seolah tidak sadar telah menjadi preman dan menjadi pelaku kriminal.

Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjend) Majels Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Tengku Zulkarnain, geng motor yang kerap melakukan kriminalitas lahir karena lemahnya iman para remaja. Kurangnya waktu orang tua bermain dengan anak karena sibuk dengan urusan duniawi, menjadi penyebab lain. Perilaku para remaja brutal itu karena kurang kasih sayang dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan para pembantu.

Penyebab lainnya menurut Tengku karena penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Sebab, polisi baru bertindak jika akibat yang ditimbulkan sudah parah. Salah satu pencegahannya bisa melarang anak di bawah umur membawa kendaraan sendiri. "Polisi harus segera menyita motor dan memanggil orang tua mereka. Orang-orang yang bergerombol di malam hari juga harus dibubarkan. Tidak ada urgensi apa-apa mereka bergerombol di malam hari," tegas Zulkarnain.