REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTAS--Loyalis Anas Urbaningrum, Tri Dianto, memenuhi panggilan Badan Reserse Kriminal Polri terkait pelaporan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana yang dituding menyambangi Kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto di Cikeas, Bogor.
"Ini panggilan pertama, tapi waktu itu sudah dipanggil juga, tapi saya minta dijadwalkan ulang hari ini," kata Tri di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin.
Namun, Tri tidak didampingi pengacara karena menurut pengakuannya, dia masih merasa bingung dengan pemanggilan tersebut.
"Soalnya, saya masih bingung dengan pemanggilan ini, saya rasa dalam masalah ini saya tidak bersalah, apalagi ada berita yang bilang ada pertemuan Cikeas itu kan Pak Ma'mun (yang mengatakan) bukan saya," katanya.
Sebelumnya, Denny melaporkan kedua kader Ormas PPI tersebut karena dianggap telah mencemarkan nama baiknya atas pernyataan Ma'mun Murod yang diperkuat Tri Dianto bahwa
Denny Indrayana bersama Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ke kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas pada Senin (6/1) pukul 02.00 WIB sebelum pemanggilan Anas oleh KPK.
Dalam laporannya, Denny juga membawa bukti-bukti pemberitaan kedua loyalis Anas yang disampaikan di media "online" serta kuasa hukumnya, yakni Lutfi Aji dan Mukhtar Ali Burizal.
Dia mengatakan pelaporan tersebut murni pencemaran nama baik, yakni terancam dikenakan Pasal 310 KUHP dengan ancaman maksimal empat tahun penjara.
Menurut Denny, kesempatan permohonan maaf yang diberikan kepada Ma'mun dan Tri selama 1x24 jam itu dinilai tidak dimanfaatkan dengan baik yang menjadi bahan pertimbangan pelaporannya ke Bareskrim Polri.
"Memang singkat, hanya 1x24 jam, kenapa singkat, untuk menunjukkan ini serius. Makin lama dibiarkan beredar, informasi itu ada yang menganggap benar, makin rusak, sehingga saya beri waktu 1 X 24 jam untuk minta maaf. Sayangnya, kesempatan itu tidak digunakan dengan baik," katanya.
Dia menganggap pernyataan Ma'mun dan Tri merupakan perlawanan terhadap KPK. "Jadi kalau Indonesia mau terbebas dari korupsi, sekarang yang ada paling depan adalah KPK. Jadi upaya kita mendukung KPK harus dilakukan maksimal. Tidak boleh KPK diganggu dengan cara seperti ini," katanya.