Senin 24 Feb 2014 17:11 WIB

Anggaran Pemerintah Kerap Diporak-porandakan

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Penyerapan Anggaran (ilustrasi)
Penyerapan Anggaran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) mencatat presentase kinerja realisasi belanja pemerintah provinsi 2013 secara nasional lebih rendah tujuh persen dari target. Berdasarkan data TEPPA, realisasi belanja 33 provinsi adalah 89 persen atau lebih rendah dari target realisasi yang direncanakan sebesar 96 persen. 

Terdapat lima pemerintahan provinsi dengan kinerja realisasi belanja dengan peringkat tertinggi yaitu Jawa Tengah dan Kalimantan Barat (masing-masing 96 persen), Sulawesi Tengah dan Jawa Timur (masing-masing 95 persen) dan Sumatra Barat (94 persen). 

Sedangkan lima pemerintahan provinsi dengan kinerja realisasi belanja terendah yaitu: Riau (84 persen), Sumatra Utara (83 persen), Banten (82 persen), Kepulauan Bangka Belitung (81 persen) dan Kalimantan Selatan (76 persen).  Meskipun menjadi salah satu dari lima provinsi dengan kinerja realisasi belanja dengan peringkat tertinggi, bukan berarti Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola tak banyak berkicau. 

Saat sesi tanya jawab dalam diskusi panel acara 'Kick Off Meeting dan Penyerahan Anugerah TEPPA Tahun Anggaran 2013' di hotel Le Meridien, Jakarta, Senin (24/2), Longki mengungkapkan pandangannya terkait rekomendasi TEPPA dalam pengelolaan anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah pada 2014 dan tahun-tahun mendatang.

Salah satu yang disorot oleh TEPPA adalah aspek perencanaan. Menurut Longki, anggaran, dalam konteks ini adalah APBD, yang baik biasanya dimulai dari perencanaan yang baik pula. Biasanya, perencanaan dari eksekutif yaitu satuan kerja perangkat daerah (SKPD) telah berjalan baik. "Tapi, akhir dari perencanaan itu ada di mitra yaitu lembaga lain," ujar Longki.

Apa dampaknya? "Perencanaan yang bagus akhirnya porak-poranda. Yang kita tidak rencanakan muncul. Ini yang muat kita kalangkabut. Ke depan, saya tidak tahu cara memperbaikinya," tutur Longki. 

Longki berpendapat, fenomena ini tidak hanya terjadi di daerah, melainkan juga di pusat. "Banyak kadang-kadang Kementerian/Lembaga lepas tangan. Mereka katakan itu bukan programnya. Contoh, program PPID (proyek percepatan infrastruktur daerah). Kementerian PU bilang itu bukan programnya," terang Longki. 

Lebih lanjut, Longki mengatakan, dirinya selaku pemimpin pemerintahan bukan tidak mampu bermitra dengan parlemen. "Tapi yang terjadi, perencanaan dipangkas, diolah dan diobok-obok. Akhirnya, kita kembali olah perencanaan, buat juknis, dan lain-lain," ujarnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement