Selasa 25 Feb 2014 10:48 WIB

IBC: Perencanaan Anggaran Masih Berbau Korupsi

Rep: Muhammad Iqbal/ Red: Nidia Zuraya
Penyerapan Anggaran (ilustrasi)
Penyerapan Anggaran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengungkapkan pandangannya terkait kinerja realisasi belanja, khususnya belanja barang dan jasa, pada kementerian/lembaga (K/L) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi maupun Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2013 yang dilansir kemarin.

Tim Evaluasi dan Pengawasan Penyerapan Anggaran (TEPPA) mencatat, realisasi belanja barang dan jasa K/L 2013 mengalami penurunan enam persen, dari 86 persen dari pagu 2012, menjadi 80 persen dari pagu 2013 sebesar Rp 206,5 triliun. Kemudian, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, realisasi belanja barang dan jasa APBD Provinsi se-Indonesia tercatat 89,2 persen. Sedangkan realisasi belanja barang dan jasa APBD Kabupaten/Kota se-Indonesia lebih rendah yaitu 84,42 persen.

"Hal mendasar adalah hasil tersebut (realisasi belanja barang dan jasa) memperlihatkan proses perencanaan dan penganggaran di APBN (dan APBD) masih berbau korupsi. Jika perencanaan APBN (dan APBD) dilakukan secara tepat, tanpa tendensi korupsi, maka dalam pelaksanaannya akan tepat juga," ujar Roy kepada ROL, Selasa (25/2). 

"Pengadaan barang dan jasa jika dilakukan dengan tepat, sesuai spirit dan prinsip Perpres 54/2010, tidak perlu takut dicurigai korupsi. Lain halnya jika dalam pengadaan barang dan jasa, punya niat untuk korupsi," tambah Roy.

Untuk menghindari permasalahan klasik semacam ini terulang di masa mendatang, Roy mengusulkan sejumlah langkah. Pertama, politik anggaran mutlak harus melibatkan publik. Rakyat sebagai pembayar pajak mempunyai hak untuk tahu dan ikut serta menentukan penggunaan pajak dalam APBN dan APBD Provinsi serta Kabupaten/Kota, termasuk mengawasi pelaksanannya. 

Kedua, sistem pengendalian internal pemerintah (SPIP) harus diimplementasikan di semua unit pemerintah pusat dan daerah.  Peran inspektorat, ujar Roy, harus diperkuat dalam penganggaran.

"Maka, perlu reposisi struktrur dan wewenang inspektorat agar fungsinya lebih efektif mengawasi anggaran dan meminimalisasi korupsi.  Selama ini, peran inspektorat belum banyak berperan mencegah pemborosan anggaran di internal pemerintah," kata Roy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement