REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Jepang dikabarkan tengah mempertimbangkan untuk mengadukan Pemerintah Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). Ini terkait dengan keputusan Indonesia melarang ekspor mineral mentah per 12 Januari 2014, seiring pemberlakuan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Saat ditanya seusai memberikan sambutan dalam acara peluncuran bisnis terbaru General Electric (GE) yaitu GE Distributed Power di Jakarta, Selasa (25/2), Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengaku baru mendengar kabar tersebut. Meskipun begitu, Susilo mengaku enggan ambil pusing jika Pemerintah Jepang melanjutkan gugatan ke WTO. "Mau ngadu ya silakan," ujar Susilo.
Susilo kembali menegaskan, pemerintah melarang perusahaan tambang untuk melakukan ekspor mineral mentah. Dengan demikian, mineral mentah di dalam negeri harus dimurnikan dan diolah terlebih dahulu. Untuk itu, perusahaan tambang harus membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). "Segera bangun smelter. Buat road map (peta jalan) yang jelas," kata Susilo.
Walaupun perusahaan tambang berkomitmen dan telah mempunyai road map pembangunan pabrik smelter, Susilo menyebut pengenaan bea keluar progresif terhadap ekspor mineral mentah berdasarkan PMK Nomor 6/PMK.011/2014 tetap berlaku. "Itu tetap berjalan. BK merupakan jaminan kesungguhan untuk mendorong dengan kuat untuk perusahaan tambang segera membangun smelter," kata Susilo.
Lebih lanjut, Susilo memastikan, tujuan pemerintah menerapkan beleid tersebut, sama sekali bukan untuk menjadi sumber penerimaan (revenue) negara.