Oleh: Nashih Nashrullah
Naimah bukanlah figur yang aji mumpung. Di tengah-tengah popularitas dan posisi yang diemban sang suami, ia tetap tawadhu dan menjaga maruah. Dunia tak menyilaukan mata hatinya.
Kala Syekh Hasan tengah berkunjung ke Arab Saudi, para pejabat teras IM memutuskan agar mobil yang merupakan fasilitas organisasi itu tetap dipergunakan oleh Naimah untuk operasional dakwah.
Namun, Naimah menolak. “Mobil itu fasilitas organisasi bukan personal. Jika suami saya pergi, tak satu pun keluarga kami berhak menikmatinya untuk alasan apa pun,” katanya tegas.
Naimah membaktikan dirinya di jalan dakwah. Ia tak jarang mengedepankan dakwah dibandingkan urusan pribadinya. Ini seperti saat ia memutuskan untuk melayat korban kapal tenggelam di Alexandria yang menelan banyak korban, terutama dari unsur militer.
Pada hari itu, mestinya adalah waktu istirahat dan libur untuknya. Tapi, ia lebih memilih berdakwah. “Rehat dan hidupku untuk dakwah,” katanya.
Kesabarannya telah teruji. Naimah pernah pula dijebloskan ke jeruji besi. Cobaan terberat, yakni kala suami dan anak-anak tercintanya ditahan. Puncaknya ialah sewaktu Rezim Jamal Abdel Nashir menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Syekh Hasan pada 11 November 1973.
Ujian itu ia terima sebagai penghormatan dari Sang Khalik. Ini pula yang membuat Naimah menolak tawaran amnesi dari Raja Arab Saudi Saud bin Abdul Aziz. Sang Raja bersedia mengajukan permohonan peringanan hukuman kepada Jamal untuk Syekh Hasan. Namun, permintaan itu sama sekali tak mengerdilkan keimanannya.
Naimah yang wafat pada 9 Maret 1976 itu yakin, apa pun yang terjadi di jalan dakwah adalah kemuliaan. Ia memutuskan menulis surat kepada sang Raja. Teks surat tersebut mengisyaratkan tingkat keimanan Naimah yang tinggi.
“Wahai Raja yang terhormat. Kami ucapkan terima kasih atas simpati Anda. Kami tegaskan, kami berikrar di jalan dakwah dan jihad, gugur syahid ataupun tetap hidup suami saya, tak akan menghentikan roda perjuangan.
Hakikat dakwah, bukan perlawanan antara suami saya dan Jamal Abd el-Nashir ataupun antara gerakan dan Revolusi el-Nashir, melainkan perseteruan abadi antara yang hak dan batil. Panii dakwah akan tetap berkibar dan misinya terwujud.
Tak peduli ribuan syahid yang akan gugur baik laki-laki ataupun perempuan. Hingga kalimat Allah SWT akan terangkat. Allah akan membuka kebenaran dan menenggelamkan kebatilan sekalipun para pihak lalim berbuat makar.”