REPUBLIKA.CO.ID, SERPONG - Panti Asuhan Samuel yang dilaporkan menyiksa 30 anak asuhnya ternyata tidak mengantongi izin dari warga sekitar untuk operasional panti asuhan di dalam kompleks tersebut.
Aries Wibowo, pengurus RT setempat, mengaku pihaknya tidak pernah memberi izin pendirian panti asuhan tersebut. Bahkan, Aries menyatakan Panti Asuhan Samuel belum melapor pindah ke tempat baru.
Menurut Aries, panti asuhan di wilayahnya akan mengganggu ketenangan dari warga lain. Terlebih, Panti Asuhan Samuel bermasalah dengan hukum. Aries juga mengaku pernah mendengar ada bayi yang meninggal dunia di panti tersebut. Namun, pengurus panti merahasiakan dan tidak melapor kepada RT atau RW.
Keberadaan panti asuhan milik suami istri Chemuel dan Yuni Winata di Jalan Kelapa Gading Barat Blok AG 15 No 1 Rt 12 /02 Kelurahan Pakulonan Barat, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, itu juga tidak mengantongi izin dari kecamatan.
Sebanyak 30 anak dari usia bulanan hingga 17 tahun dilaporkan menjadi korban penyiksaan, pelecehan, dan eksploitasi pemilik panti. Tindakan itu membuat sejumlah luka yang ditemukan di tubuh anak-anak ini, seperti bekas pukulan, sabetan, bahkan bekas gigitan orang dewasa. Anak-anak panti juga terlihat kurus, lusuh, dan tak terurus. Bahkan, balita berusia tiga bulan berinisial C meregang nyawa.
Pengurus Klinik Kesehatan Gereja Kristen Indonesia (GKI), Suli, mengungkapkan, anak-anak penghuni panti yang berobat ke klinik mengalami sejumlah luka. “Ada yang pernah datang dengan keadaan badan tersiram air panas dan kulitnya melepuh. Kita sedotin tuh air yang dari lepuhan itu,” ujar Suli saat ditemui ROL di klinik yang tak jauh dari panti.
Ia menceritakan pernah menangani anak penghuni panti yang demam tinggi. Namun, pengurus panti enggan membawa anak tersebut berobat ke rumah sakit meski sudah mendapat rujukan dari dokter klinik.
Pernyataan senada diucapkan Wisnu (37). Ia mengaku pernah singgah ke panti tersebut untuk memberikan bantuan. Tapi, ia terkejut melihat tubuh anak-anak tersebut memiliki banyak luka. “Saya kira mungkin 100 persen anak di sini pernah mengalami kekerasan. Soalnya, saya lihat luka pada tubuh anak-anak,” kata dia yang membatalkan memberi bantuan.
Berbicara terpisah, Ketua Advokasi Nonlitigasi LBH Mawar Saron Jecky Tengens meminta polisi segera memberikan garis polisi di Panti Asuhan Samuel. “Harus steril, hingga sekarang belum ada garis polisi, dan masih banyak orang yang masuk,” kata Jecky, Rabu (26/2).
Jecky menemani 10 orang anak yang diperiksa pada hari ini di Subdit Renakta Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan atas kasus dugaan penganiayaan. Ia bersama sekitar empat orang temannya datang sekitar pukul 12.45 WIB. Menurutnya, anak-anak disiksa di gedung panti yang lama. Sementara, dua pekan sebelum polisi mendatangi lokasi, panti tersebut pindah ke alamat yang baru di Sektor 6 Blok GC 10 No 1 Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang.
Ia mengungkapkan, korban penyiksaan mencapai 30 anak. Enam hingga tujuh orang akan divisum dan diharapkan keluar dalam waktu dekat. “Soalnya, kita menemukan ada bekas pukulan, bekas gigitan, dan paling banyak memar,” ucap dia.
Untuk dugaan bayi yang meninggal di panti, pihak kuasa hukum masih berkoordinasi dengan pihak kepolisian. Masalahnya, pemilik mengatakan, bayi tersebut meninggal karena sakit. “Katanya itu sakit, tapi kok dibiarkan? Artinya, kalau sakit, diobati dong,” kata Jecy.