Kamis 27 Feb 2014 12:43 WIB

Menyingkap Misteri Lauh al-Mahfudz (3)

Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar

Lauh Mahfudz ini kemudian dikenal juga dengan nama jiwa universal adalah makhluk bersifat rohani yang lahir dari akal pertama (al-’Aql al-Awwal).

“Ia bagaikan cahaya. Meskipun bersifat cahaya, tetap juga terkontaminasi dengan sifat-sifat kegelapan karena mewa kili suatu gerakan ke arah alam raya. Ia seperti barzah yang menyatukan dua sifat alam, yakni alam nyata dan alam gaib.”

“Apa yang bertindak (al-faidh) atasnya adalah cahaya sementara yang menerima tindakan (al-mustafi dh) atasnya ada lah kegelapan, yakni alam raya. Akal pertama lahir di dunia penulisan dan pencatatan.”

“Ia lahir dari ketiadaan, setelah itu, (tanpa kesetelahan kontemporer lagi), jiwa muncul dengan cara-cara seperti kemunculan sesuatu yang akan terjadi di dunia ini hingga hari kebangkitan. Ia berada di bawah pena akal dalam cahaya dan tingkat kecemerlangan.”

“Ia seperti zamrud hijau karena munculnya substansi debu yang berada di dalam potensi jiwa tadi. Dengan demikian, substansi debu dari jiwa adalah substansi gelap di mana tidak ada cahaya.” (Futuhat, Jilid II, 66-67).

Menanggapi bentuk jamak dari lembaran (wama yasthurun), menurut Al-Razi, tidak menunjukkan jamak tetapi untuk keagungan (li al-ta’zhim). Tapi, menurut Kasyani, itu menunjukkan jamak, yakni lembaran-lembaran yang banyak, sebagaimana relativitas dan relativitas kosmos.

Ia menghubungkan pendapatnya dengan ayat, “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat umulkitab (lauh Mahfudz).” (QS al-Ra’d [13]:39).

Ayat ini, menurut Kasyani, menunjukkan bahwa dalam hubungan strukturnya dengan Tuhan, pena itu sendiri adalah sebuah “lembaran“ yang menerima limpahan. Dengan demikian, pena yang dianalogikan dengan jiwa di atas mana pena itu menulis. Dengan demikian, apa yang disebut pena dalam dalam satu sudut pandang mungkin lembaran dalam sudut pandang lain.

Di sinilah relevansi ayat, “Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dari lembaran tertentu dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki) dalam lembaran lain. Namun, di sisi Allah SWT terdapat Umm al-Kitab (lauh Mahfudz) yang tidak tersentuh perubahan.”

Sehubungan dengan ini, al-Majlisi mengutip pendapat Ibnu Abbas bahwa ada dua macam lem baran, yaitu Lembaran yang ter pelihara (allauh al-mahfudh), ti dak mengalami perubahan, dan lembaran yang mengalami perubahan (al-lauh almahwu).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement