REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan tuntutan dengan terdakwa Chairun Nisa Kamis (27/2). Terdakwa yang merupakan politisi Golkar dan anggota DPR RI ini melakukan dugaan penyuapan atau peneriman hadiah dan janji dalam sengketa pemilukada Gunung Mas, Kalimantan Tengah di Mahkamah Konstitusi (MK).
Persidangan dengan terdakwa Chairun Nisa dimulai sekitar pukul 10.45 Wib. Tebal halaman tuntutan mencapai sebanyak 208 halaman. "Terdakwa dituntut selama tujuh tahun enam bulan penjara," ujar Jaksa KPK, Pulung Rinandoro. Selain itu dikenakan denda Rp 500 juta dan subsider enam bulan kurungan.
Menurut jaksa, dakwaan pertama terhadap terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan di mana terdakwa secara bersama-sama dengan Akil Mochtar melakukan tindak pidana korupsi. Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini dijerat dengan Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPidana.
Ditambahkan jaksa, ada sejumlah hal yang memberatkan terdakwa. Di antaranya perbuatan terdakwa dilakukan di tengah upaya negara melakukan pemberantasan korupsi dan terdakwa, berperan aktif meminta uang kepada Akil Mochtar dan Akil Mochtar.
Sementara unsur yang meringankan terdakwa yakni menyesali perbuatannya. Selain itu tidak pernah mendapatkan hukuman sebelumnya. Dalam tuntutan jaksa juga diuraikan terbuktinya unsur-unsur seperti yang didakwakan. Misalnya penerimaan janji atau hadiah dalam upaya penyelesaian sengketa pilkada Gunung Mas di MK.
Chairun Nisa diduga menerima janji dan hadiah berupa uang sebesar Rp 3 miliar dan Rp 75 juta. Uang Rp 3 miliar rencanya akan diserahkan kepada Akil Mochtar. Namun uang itu langsung disita saat petugas KPK melakukan penangkapan di rumah dinas Akil Mochtar. Sementara uang Rp 75 juta diserahkan Hambit Bintih kepada Chairun Nisa karena dianggap membantu dalam penyelesaian sengketa pilkada di MK.