REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Moratorium iklan politik Pemilu dikomentari miring oleh partai yang memilki kekuatan media. Mereka mengganggap moratorium ini sebagai aturan yang tidak memandang fungsi iklan politik secara menyeluruh.
Seperti yang diutarakan oleh Ketua DPP Partai Nasdem Akbar Faizal. Akbar menilai, para penyepakat moratorium tidak menelaah lebih dalam mengenai makna iklan politik. Menurut dia, selama ini yang dilakukan sejumlah partai di media massa tak bisa dikategorikan kampanye.
Dia menganggap, segelitir siaran termasuk apa yang Nasdem tampilkan di stasiun TV milik ketua umum mereka Surya Paloh bukan berkonteks kampanye. Justru menurutnya, semua itu berhubungan dengan konteks mencerdaskan masyarakat guna menghadapi Pemilu 2014 ini.
“Yang ditampikan itu kan pendidikan politik, kata moratorium jelas sangat ekstrim membatasi,” ujar dia kepada Republika di Jakarta Kamis (27/2).
Akbar mengatakan, dengan ditutupnya ruang beriklan hingga dibuka lagi tanggal 6 Maret nanti telah membentengi hak-hak masyarakt untu mengetahui profil sebuah partai politik. Dia melihat, iklan politik memiliki sisi positif yang lebih luas ketimbang hanya soal kampanye.
Ia menjelaskan, dengan iklan politik yang intens, maka masyarakat dapat mengetahui jelas apa tujuan memilih, siapa yang harus dipiih, dan apa yang bisa diharapakan dari memilih. “Artinya kita membantu partisipasi masyaraat untuk berdemokrasi di Pemilu, dengan adanya ini jelas rakyat juga dirugikan,” ujar dia.
Sebelumnya, moratorium iklan politik dan kampanye di lembaga penyiaran sudah setujui DPR. Dalam rapat dengan gugus tugas Pemilu yang terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Komisi Informasi Pusat (KIP), komisi I mendesak dibatasinya siaran yang berbau kampanye di media massa jelang Pemilu.